Mengasingkan Diri, bagian 4

rifanfajrin.com - Mengasingkan Diri, Bagian 4



Baca bagian cerita sebelumnya: Mengasingkan diri, bagian 3
_________________________

“Hati-hati, Maria! Kau harus sedikit mengangkat rokmu!” Fallev mengingatkan.

Maria belum mengganti pakaiannya. Itu dapat sedikit mengganggu ia berjalan.

“Fallev,” Maria mengulurkan tangannya. Fallev menyambut tangan Maria. Mereka saling bergandengan tangan menuruni jalan setapak dan melepaskannya ketika telah sampai di tepi sungai.

“Nah, kau sudah siap Maria? Setahuku kau tak pandai berenang, bagaimana akalmu mengalahkanku?” ejek Fallev.

“Lihat saja, aku akan menjadi ikan dan kau akan melihat bahwa mereka akan sangat bersahabat padaku!” jawab Maria. Ia sudah bersiap mengikat rambut yang terurai menutup matanya.

“Baiklah, tetapi hati-hati, Maria. Di sebelah sana sangat dalam. Jangan memaksa untuk ke sana jika kau tak yakin. Namun, di sanalah ikan-ikan biasa berkumpul. Sedangkan di sini, mereka hanya melintas saja,” ujar Fallev memberi tahu Maria tentang keadaaan sungai itu.

“Jangan khawatir, suamiku. Yang akan terjadi pasti tak sekali pun pernah kau kira sebelumnya. Kau semestinya ingat dari mana aku berasal!”

“Baiklah kita mulai saja perlombaan biar segera menjadi jelas siapa yang menjadi pemenangnya.”

Secepat angin Fallev berlari dan melompat ke dalam sungai. Cepat sekali ia berenang. Tiba-tiba saja ia telah sampai di bagian sungai yang dalam. Ia belum mulai mengejar dan menangkap ikan-ikan. Ia biarkan tubuhnya mengapung-apung. Ia memang masih menunggu apa yang akan dilakukan Maria. Ketika dilihatnya Maria hanya tersenyum melihatnya, seolah-olah mengejek, Fallev tak sabar.

“Maria! Lekaslah!”

Tangannya melambai ke arah Maria.

Maria menjawab lambaian itu. Lalu dilepaskannya pakaian yang melekat di badannya dan melemparnya ke batu di tepi sungai. Ia masuk ke dalam air, berenang-renang dan menyelam dengan lincah. Ia benar-benar menikmatinya. Ia merasa sangat merdeka, lepas dari segala belenggu yang menghimpitnya. Maria benar-benar menjadi ikan seperti yang dikatakannya. Fallev sejenak terpana dalam ketakjuban.

Ternyata Maria sengaja bermain-main, ia tak segera menangkap ikan. Beberapa ekor ikan bahkan berkali-kali melintas di bawah lengan atau menyentuh dadanya, ia biarkan saja. Fallev memandangnya tanpa berkata-kata. Sesekali mulutnya berdesis kagum. Meski di kedua tangannya telah tergenggam dua ekor ikan merah sebesar lengan, ia mengakui bahwa Marialah yang memenangkan perlombaan. Maria tak perlu adu cepat dengan ikan-ikan itu. Mereka tampak sangat jinak di depan Maria. Berbeda dengan Fallev yang harus menggunakan segala kegesitan dan kecermatannya yang memang luar biasa untuk menangkap ikan-ikan itu. Bertahun-tahun Fallev menjalani kehidupan bersama Maria, ia tak pernah tahu Maria memiliki kemampuan sehebat itu.

“Perlombaan telah selesai, Maria. Aku mengakui, aku kalah.”

Fallev melepaskan dua ikan dari genggamannya untuk bertepuk tangan menghargai kemenangan Maria. Sedangkan Maria, lagi-lagi ia hanya tertawa.

“Kita ambil dua ekor saja, Fallev. Tak perlu mengambilnya terlalu banyak agar keseimbangan tetap terjaga di sini,” ujar Maria.

“Kau sangat pintar, Maria!” seru Fallev.

Mereka menepi. Kemudian Maria mengenakan pakaiannya kembali.

Sementara matahari mulai tinggi.
***

Garis waktu telah menyeret mereka ke kehidupan yang terasing di sebuah padang. Namun kehidupan itu, mereka sendirilah yang menghendakinya. Tak ingin mereka mengungkitnya kembali untuk menyesalinya.


Bersambung ke Bagian Selanjutnya

close