Melatih Kepekaan

rifanfajrin.com - Melatih Kepekaan



Suatu pagi yang biasa... Saya masuk ke kelas untuk mengajar pelajaran Bahasa Indonesia. Ketika saya masuk ke kelas, saya melayangkan pandangan ke sekeliling. Beberapa anak masih terlihat belum siap mengikuti pelajaran, papan tulis masih belum bersih, tulisan materi pelajaran sebelumnya di papan tulis belum dihapus, saya juga melihat meja guru dengan taplak yang tidak tertata rapi dengan spidol dan tempat pensil yang sedikit berantakan. Selain itu, saya masih melihat lantai kelas yang belum juga bersih. Saya masih melihat sedikit sampah kertas yang berserakan di lantai.

Setelah mengucap salam, saya bertanya kepada anak-anak tentang kesiapan mereka mengikuti pelajaran.
"Siap, Pak," jawab mereka. Mereka kini telah duduk di bangku masing-masing, dan terlihat beberapa anak telah menaruh buku pelajaran bahasa Indonesia di meja mereka masing-masing.

"Baiklah, sekarang dengan tetap duduk di tempat masing-masing, sejenak lihatlah ke sekeliling kalian." Saya memberi waktu beberapa saat kepada anak-anak untuk melihat sekelilingnya.
"Nah, sekarang apa yang kalian lihat?"

"Di kanan saya ada Farhan, di belakang saya ada Bellamy, di depan saya ada ivan, Pak!" jawab seorang anak.
"Bagus! Pengamatan yang baik. Lalu apa lagi yang kalian lihat? Silakan tunjuk jari!" saya mempersilakan siswa yang lain untuk memberikan pendapatnya.

"Saya melihat pena saya terjatuh di bawah meja, Pak. Dan maaf saya lalu mengambilnya," sahut seorang murid perempuan. Dia meminta maaf karena instruksi saya tadi adalah "tetap duduk di tempat masing-masing".

"Baik! Ada lagi yang ingin mengemukakan apa yang telah dilihat?"
Seorang siswa perempuan yang duduk agak di belakang pun mengangkat tangannya. Dia lantas berujar, "Saya melihat beberapa sampah kertas ada di bawah meja kami, Pak!"

Setelah itu, tidak ada lagi yang ingin menyampaikan pengamatannya.

Kemudian saya melanjutkan "pemanasan" tersebut dengan sebuah cerita. "dengarkanlah baik-baik, anakku!"

Seorang bapak sedang duduk bersama anaknya, mereka berbincang santai. Sang bapak kemudian menunjuk ke sebuah gelas yang terletak tepat di bibir meja. Gelas itu berisi teh yang masih tersisa setengahnya.
Sang bapak bertanya, "Gelas teh siapa itu?" Si anak menjawab, "Itu milik Ibu."
"Lihatlah baik-baik gelas itu, dan lakukanlah sesuatu pada gelas itu!" perintah sang bapak. Si anak terdiam sejenak mencoba mencerna perintah sang bapak.

Nah, saya kemudian bertanya kepada anak-anak, "Jika anak tersebut adalah dirimu, apa yang kamu lakukan untuk melaksanakan perintah sang bapak?"


"Saya akan meminum teh yang tersisa itu!" jawab Davin.
"Bagus! Ada jawaban lain?
"Ya, saya akan meminumnya!" jawab Raga.

Beberapa anak memilih menjawab untuk teh yang tersisa itu.

"Teh itu kan milik Ibu, apakah kalian akan meminum teh yang tersisa separuh itu?" tanya saya.

Beberapa anak tampak berpikir. "Saya akan mengambil gelas itu dan menaruhnya di dapur, Pak!"

"Bagus!" saya berseru. "Emm, tetapi seandainya gelas itu ada tutupnya, dan itu artinya mungkin ibu akan kembali untuk meminum teh tersebut, bagaimana?"

"Saya akan menuang teh ke dalam gelas itu agar penuh kembali, Pak!" jawab seorang anak.

"Sip, tindakan yang bagus! Adakah jawaban yang lain?" saya masih terus bertanya kepada anak-anak.

Tiba-tiba seorang anak mengangkat tangannya dan berseru, "Oh, saya tahu, Pak! Saya akan menggeser gelas itu agak ke tengah!"

Sebagian anak nampak belum begitu paham pada jawaban tersebut. "Bisa kamu jelaskan lagi?" tanya saya.

"Gelas itu kan ada di pinggir meja (tepat di bibir meja), maka saya akan memindahkannya agak ke tengah untuk menghindarkan gelas itu tersenggol dan jatuh ke lantai! Biar tidak pecah!" jelasnya.

"Yup! Bagus sekali! Semua jawaban kalian bagus sekali!"

dan itulah... itulah yang saya maksud dengan kepekaan! Kepekaan terhadap sesuatu, terhadap apa yang ada di sekeliling kita memang haruslah kita latih terus-menerus kepekaan itu. Kita harus berlatih mengambil tindakan terhadap sesuatu yang sekiranya kurang tepat, meskipun hal itu kadang terasa sungguh sepele. banyak sekali contoh "kebaikan kecil" yang hanya bisa dilakukan oleh seseorang yang memiliki kepekaan dan rasa kepedulian terhadap sekitarnya, misalnya menyingkirkan batu, duri, atau pecahan kaca (beling) di jalan.

"Anak-anak, siapa tahu dari kebaikan-kebaikan 'kecil' itulah Tuhan senang pada kita."

Oleh sebab itulah, sekali lagi, kepekaan itu harus kita latih dan coba terapkan di lingkungan kita: di rumah dan di sekolah. Itulah sebabnya, saya meminta pada kalian untuk melihat ke sekeliling sejenak di awal pembelajaran ini.

Maka anak-anak kemudian mengerti, bahwa kelas mereka "belum siap sepenuhnya" ditandai dengan masih ada beberapa sampah kertas yang berserakan di lantai, papan tulis yang belum bersih, dan meja guru yang taplaknya tidak tertata rapi. Mereka pun kemudian saya kasih waktu lima menit untuk membereskan ketidakberesan tersebut!

"Kalau hanya untuk lulus ujian nasional bahasa Indonesia, kita bisa belajar intensif mulai semester dua nanti, dengan try out dan latihan-latihan soal. Tapi tentang sikap, tata krama, cinta kebersihan, dan kepekaan serta kepedulian terhadap sekitar kita, itu harus kita latih sepanjang waktu, lagi, lagi, dan lagi, sampai tiada lagi!"

[]


close