Renungan Menjelang Tidur
rifanfajrin.com - Renungan Sebelum Tidur
Seorang
kenalan bernama Burhan pernah bercerita kepada saya bahwa seringkali ia tidak
bisa tidur lelap. Setiap kali hendak tidur, ia senantiasa gelisah, cemas, jika
saja tidur itu merupakan tidurnya yang terakhir. Ia takut tak dapat bangun
kembali saat ia benar-benar terlelap.
“Takut?
Takut bagaimana?” saya bertanya.
Ia
menjelaskan, “Dengan usiamu yang masih muda, dan belum terlalu banyak melakukan
keburukan-keburukan dan dosa, mungkin kau tak pernah setakut itu, Kawan. Tapi
aku, kau tahu sendiri kan?”
Saya
mengangguk, ingin menunjukkan bahwa saya memahami perkataannya meski sebenarnya
saya belum sepenuhnya paham. Ya, saya memang tahu siapa Burhan. Walaupun
perkenalan saya dengannya bisa dikatakan masih seumur jagung, namun saya cukup
mengerti Burhan, dan rasanya saya tak perlu menceritakan secara detil kepada
Anda bagaimana masa lalu Burhan. Yang jelas, di hadapan saya ia adalah seorang
yang sedang memiliki semangat tinggi untuk memperbaiki hidupnya.
Atas
penuturannya itu, saya menduga, bahwa ia takut kebaikan-kebaikan yang telah
dilakukannya belum sebanding dengan keburukan yang telah dilakoninya. Dan benar
saja dugaan saya. Saya tahu bahwa dugaan itu benar setelah ia berkata, “Aku
takut tak dapat bangkit lagi sementara kebaikan yang kulakukan belum sebanding
dengan keburukan yang kulakukan.”
“Ah,
yang lebih penting sekarang, bukankah kita sedang mencoba untuk memperbaikinya,
Bang? Jika saja masa lalu itu hitam, kita bisa mengubahnya menjadi putih, ya
mulai sekarang ini....”
Setelah
itu, kami sama-sama diam. Kemudian, sambil menatap lurus ke depan, yang
seolah-olah menyiratkan sebuah perenungan yang dalam, ia berujar, “Tidur itu
sebenarnya adalah mati kita sementara, Kawan. Dan kita telah sama-sama tahu
bahwa kita nantinya akan dibangkitkan, bukan? Tapi bedanya, ketika kita mampu
bangkit dari tidur kita, mati yang sementara itu, kita bisa memperbaiki lagi
apa yang telah kita lakukan kemarin. Dengan kata lain, kita bisa mengawali hari
baru, Kawan.”
“Ya,
benar,” saya menjawab pelan.
“Namun,
ketika kita dibangkitkan dari mati kita yang sesungguhnya, pada saat itulah tak
ada lagi kesempatan untuk memperbaiki kehidupan kita. Nah, ketakutanku saat ini
adalah, ketika aku tertidur, tanpa aku tahu sebelumnya ternyata tidurku itu
adalah gerbang matiku,” Burhan berkata demikian dengan serius.
(Cara tidur Baginda Nabi Muhammad SAW)
***
Burhan
sangat beruntung. Ia mampu menangkap hal-hal yang sering dianggap sepele bagi
orang-orang. Namun hal sepele seperti tidur itulah yang bisa jadi begitu
berharga.
Barangkali
ketika kita mendengar ceritanya, ketakutan dan kecemasannya menjelang tidur,
kita dapat dengan mudah menganggap bahwa itu sangat-sangat wajar terjadi
mengingat masa lalu seorang Burhan. Namun, kiranya perlulah kita – yang mungkin
dengan kesombongan merasa sedikit sekali melakukan dosa – untuk menyadari
bersama-sama, bahwa kita tak dapat mengukur seberapa kualitas diri kita.
Seberapa yakinkah kita bahwa kebaikan kita lebih banyak daripada keburukan? Dan
telah siapkah kita jika saja tidur yang sering tak terpikirkan itu ternyata mengantarkan
kita pada kebangkitan yang sesungguhnya? []
Demikian semoga bermanfaat.