Mengapresiasi Niat Baik Anak

rifanfajrin.com - Mengapresiasi Niat Baik Anak



Gadis kecil itu bernama Zora. Dia baru berumur 6 tahun dan duduk di Bangku Taman Kanak-Kanak. Dia seorang anak yang riang meskipun dalam beberapa kesempatan dia begitu emosional.

Pada suatu hari, malam hampir larut. Zora masih terjaga. Di sampingnya, sang adik dan ibunya sudah memejamkan mata.

Sayup-sayup terdengarlah suara... tuuuut...tuuutt.. tuuuut..... Semakin lama suara itu semakin terdengar nyaring. Zora merasa sumber suara itu berada persis di depan rumahnya. Dia membatin, "Mengapa pada larut malam begini?"

Kemudian dia mencoba membangunkan ibunya. Zora pun bertanya, "Ibu, suara apa itu? Sepertinya persis di depan rumah kita." Jari-jarinya yang mungil sedikit mengguncang badan ibunya.

Ibunya rupanya sedang capek berat. Sebagai seorang ibu rumah tangga yang harus mengurus rumah dan dua putri kecilnya, malam itu sang ibu merasakan badannya sungguh lemas.

Sambil dengan mata terpejam sang ibu menjawab, "Oh, itu suara bapak penjual kue putu."

Mendengar jawaban sang ibu, Zora tertegun. Lalu dengan lirih dia berkata, "Ibu, kenapa bapak itu menjualnya sampai larut malam begini?"

Sang ibu menjawab, "Ya emang bapak penjual putu itu jualannya malem-malem."

"Oh, kasihan sekali," sahut Zora, masih dengan suara lirihnya. "Aku ingin membeli kue putu, Ibu." ZOra meminta.

Sayang sekali, mungkin karena rasa capek yang tak tertahankan tersebut, ibunya menjawab, "Zora kan habis makan, nanti malah kue putunya jadi mubazir dan nggak kemakan."

Ada sedikit raut kecewa pada wajah cantik Zora, gadis 6 tahun itu. Lalu perlahan dia merebahkan badannya di samping ibunya yang kembali terlelap. Bibir mungilnya sedikit cemberut. Namun, perlahan Zora memejamkan matanya.



***

Pembaca yang budiman...

Sayang sekali memang... Pada cerita di atas, si kecil Zora telah memiliki rasa simpati, bahkan menunjujkkan rasa empatinya terhadap bapak penjual putu yang masih bekerja mencari nafkah hingga malam larut. Namun, apa daya, sang ibu tidak mengabulkan keinginan Zora untuk membeli kue putu karena kalah oleh rasa capeknya.

Tentu saja sang ibu tidak bisa kita salahkan. Sebab, memang kondisi badannya yang memang sedang capek. Meskipun sebenarnya, alangkah indahnya mengabulkan permintaan sang buah hati.

Bagi anak seusia 6 tahun, tentu keinginan untuk membeli kue putu yang didasari oleh "rasa ingin jajan" berbeda dengan keingian membeli kue putu yang didasari karena "rasa simpati dan empati" terhadap orang lain, dalam hal ini penjual kue putu yang masih bekerja hingga larut malam.

Seandainya sang ibu menyadari bahwa rasa simpati dan empati sang anak itu adalah sesuatu yang menggembirakan, maka dia akan sanggup untuk bangkit, bergegas "merayakan" kebahagiaan itu. Ya, adalah kebahagiaan saat kita memiliki anak yang memiliki perasaan simpati terhadap orang lain.

Ada juga kejadian yang serupa dengan cerita Zora di atas.

Kejadian ini terjadi pada seorang anak lelaki, sebut saja Ahmad. Dia baru berusia 8 tahun.
Suatu hari dia dan kakak perempuannya sedang dalam perjalanan menuju Pati dengan bus. Pada saat bus berhenti di lampu merah, Ahmad melihat beberapa orang anak seusianya, bahkan ada yang lebih kecil darinya, dengan pakaian yang lusuh, rambut yang kusut, dan beberapa di antaranya telinganya bertindik (anak jalanan), sedang mengamen di lampu merah.

Ahmad merasa kasihan kepada mereka. Dia berkata kepada kakak perempuannya, bahwa dia ingin memberi mereka sedikit uang yang dimilikinya.

Namun, tentu saja niat itu tidak bisa terlaksana. Sebab, bus yang dinaikinya adalah bus AC yang tidak memiliki jendela yang bisa dibuka. Dan kakaknya pun sudah menjelaskan tentang keadaan tersebut.

Alangkah kecewanya Ahmad ketika lampu merah telah berganti hijau, dan bus pun melaju kembali. Sementara uang miliknya masih berada di genggamannya. Dia "gagal" memberikannya kepada anak-anak di lampu merah tersebut.

Sempat terpikirkan oleh Ahmad untuk sejenak turun dari bus dan kembali menghampiri anak-anak di lampu merah itu! Namun sayang, tentu saja AHmad harus melupakan niat tulusnya itu.

Lalu apa yang terjadi? Rupanya Ahmad tidak bisa serta merta lupa. Hingga dia jatuh sakit, badannya panas karena terus memikirkan anak-anak itu. Dan sungguh, di dalam sakitnya itu, dia berencana akan turun di lampu merah itu pada saat dia pulang dari Pati.

**

Anak-anak yang luar biasa. Semoga hati-hati mereka senantiasa diliputi dengan rasa cinta kasih, tanpa ada sedikit pun kebencian yang mengotori hatinya.


close