Teknik Bermain Peran Menurut Rendra
Teknik
bermain peran (acting) merupakan
unsur yang penting dalam bermain peran. Rendra (1982:8)
menjelaskan bahwa dalam bermain peran ada dua hal yang mendasari, yaitu teknik dan bakat. Bermain peran tanpa teknik hanya
akan menjadi gairah yang asyik tapi tidak komunikatif, sedangkan bermain peran
tanpa bakat tidak akan menjadi suatu permainan yang memiliki keindahan. Selanjutnya Rendra menambahkan bahwa teknik
dipelajari untuk di lupakan, itu berarti teknik dipelajari dengan penghayatan
sehingga bisa menjadi semacam naluri. Hal seperti ini hanya bisa dilakukan oleh
orang yang berbakat saja. Orang bisa saja mempelajari teknik dan memiliki
banyak pengetahuan tentang teknik tersebut, tetapi semuanya tidak bisa Ia kuasai, tidak bisa Ia endapkan menjadi
pengalaman karena tidak bisa Ia sangkutkan dengan kebutuhan rohaninya. Adapula
pemain yang berbakat namun kurang memahai teknik bermain peran, maka suatu saat
permainannya tidak terarah dan kacau. Tidak selalu pemain yang ingin
memenataskan peran harus berbakat. Pemain yang tidak berbakat pun dapat
mementaskan peran dengan baik sesuai naskah drama dengan wajar dan tidak
dibuat-buat yaitu dengan melakukan proses latihan yang rutin dan
sungguh-sungguh sehingga di dapat mutu bermain peran yang maksimal dan sesuai
dengan tuntutan naskah drama. Dengan demikian, bermain peran peran tidak hanya
membutuhkan teknik dan bakat saja melainkan harus melakukan proses latihan yang
rutin dan sungguh-sungguh sehingga pemain mampu bermain peran secara maksimal.
Agar pemain dapat memantaskan bermain peran dengan maksimal Rendra (1982:12-78) membagi teknik bermain
peran menjadi sebelas antara lain: Teknik muncul, teknik member isi, teknik pengembangan,
teknik membina puncak-puncak, dan teknik timing, teknik penonjolan, keseimbangan peran,
pengaturan tempo permainan, latihan sikap badan dan gerak yakin, teknik ucapan,
dan latihan menanggapi dan mendengarkan.
Semua teknik yang disebutkan
Rendra, hanya lima teknik yang akan kita bahas untuk menunjang keberhasilan
siswa dalam bermain peran. Alasannya, kelima teknik tersebut lebih praktis dan
tidak membutuhkan banyak waktu saat digunakan. Teknik tersebut adalah Teknik muncul, teknik member isi,
teknik pengembangan, teknik membina puncak-puncak, dan teknik timing,
Menurut Rendra (1982:12) teknik muncul adalah tekniknya
seorang pemeran yang baru pertama kali tampil di
atas pentas dalam satu sandiwara atau adegan. Teknik muncul ini sangat penting
dikuasai oleh seorang pemeran untuk memberi kesan pertama pada penonton. Banyak pemeran yang tidak menguasai teknik ini, sehingga kesan pertamanya
mengecewakan penonton, atau bahkan bisa memberi kesan kalau munculnya merusak suasana.
Munculnya seorang pemeran akan mengesankan apabila melakukan jeda sesudah muncul.
Penonton dapat lebih mengamatinya apabila pemeran dalam keadaan tidak bergerak. Jeda semacam itu cukup
sebentar saja. Setelah
kemunculannya mendapat perhatian dari penonton, maka pemeran segera menjelaskan
gambaran watak peran yang dimainkannya. Pemeran tidak memberi gambaran wataknya
dengan lengkap sekaligus melainkan penggambarannya sedikit demi sedikit sampai
akhirnya wataknya tergambar jelas dalam puncak pementasan.
2. Teknik Memberi Isi
Teknik memberi isi adalah
teknik memberi hidup pada kalimat yang diucapkan dan perbuatan di dalam
sandiwara (Rendra 1982: 17-18). Misalnya, ada kalimat “Rumahmu bagus” kalimat tersebut
dapat diucapkan dengan berbagai cara. Meskipun kalimatnya sederhana, namun bila
diucapkan akan memiliki berbagai makna tergantung bagaimana memberi isi pada
kalimat tersebut. Kalimat “Rumahmu bagus” dapat bermakna bahwa rumah itu memang
bagus atau hanya sekadar basa-basi saja. Berbagai arti dan makna dapat
ditimbulkan orang dari kalimat yang diucapkan tergantung bagaimana orang
tersebut memberi isi pada kalimatnya. Naskah drama yang mengandung
dialog-dialog yang bagus sekalipun, apabila dimainkan oleh pemain-pemain yang
tidak tahu teknik memberi isi, akan menjadi suatu pertunjukan yang tidak
memikat karena datarnya dan tidak mengandung hidup. Menurut Rendra (1982:18)
ada tiga macam cara memberikan tekanan pada isi kalimat. Pertama, tekanan
dinamik (tekanan keras dalam pengucapan) , kedua, tekanan nada ( tinggi
rendahnya dalam pengucapan), ketiga, tekanan tempo (lambat dan cepatnya dalam
pengucapan).
3. Teknik Pengembangan
Pengembangan merupakan unsur
yang penting di dalam bermain peran. Pengembangan menyebabkan bermain peran
tidak datar. Menurut Rendra (1982:24) teknik pengembangan adalah teknik menuju
ke arah puncak pementasan. Apabila pengembangan dalam bermain peran disusun
dengan baik, maka jarang sekali penonton menjadi jemu. Rendra menambahkan bahwa
teknik pengembangan dapat dicapai dengan pengucapan dan jasmani. Purwanto
(1968:159) juga sependapat dengan Rendra bahwa watak itu harus tampak dari
wawankata dan laku.
Teknik pengembangan dengan
pengucapan dapat dicapai melalui empat jalan yaitu, menaikkan volume suara,
menaikkan tinggi nada suara, menaikkan kecepatan tempo suara, dan mengurangi
volume tinggi nada, dan kecepatan tempo suara.
Menaikkan volume suara artinya
saat mengucapkan dialog, bersuara dari nada rendah terus naik ke nada-nada
lebih tinggi. Menaikkan kecepatan tempo
artinya yang semula lamban semakin lama semakin cepat. Pemakaian teknik
tersebut harus diringi dengan kecakapan berartikulasi yang bagus (cara
mengucapkan yang jelas). Seperti yang dijelaskan oleh Raharjo (1986:85) bahwa
artikulasi yang baik adalah pengucapan kata melalui mulut yang terdengar dengan
jelas sehingga telinga pendengar mengerti kata yang diucapkan pemeran. Ketiga
teknik tersebut dapat dipakai untuk menciptakan pengembangan di dalam dialog
sandiwara. Seperti halnya dalam pementasan drama, sang pemeran memulai dari nada rendah kemudian meninggi,
dari suara perlahan makin lama makin keras, dari tempo yang lambat semakin lama
semakin cepat, yang semua itu, akhirnya sampai puncak. Setelah sampai puncak seorang
pemain sudah tidak mungkin lagi menambah volume suaranya, padahal masih
diperlukan lagi pengembangan lebih lanjut untuk kualitas perannya. Hal itu
masih tetap dapat dicapai, justru dengan jalan menurunkan volume suara itu.
Penurunan suara disertai dengan tempo yang dilambatkan. Nada suaranya pun
direndahkan. Semua itu dilakukan secara sekaligus.
Keempat teknik pengucapan
tersebut digunakan secara bergantian. Menggunakan satu macam teknik saja,
lama-kelamaan akan mendatangkan kesan datar. Artinya, seakan-akan tidak
menggunakan teknik pengembangan sama sekali.
Rendra (1982:25) menyatakan
bahwa teknik pengembangan secara jasmani dapat dicapai dengan lima cara.
Pertama, dengan cara menaikkan
tingkat posisi jasmani. Mulai dari menaikkan tingkatan kepala yang menunduk
menjadi menengadah; tangan terkulai menjadi teracung; dari duduk menjadi
berjongkok, berlutut sampai berdiri; dari berdiri di lantai menjadi naik ke
tangga, bergitu dan seterusnya. Cara ini dapat dipakai oleh pemain untuk
menciptakan pengembangan pada adegan dan dialog yang diucapkan.
Kedua, dengan cara berpaling.
Ini termasuk memalingkan kepala, tubuh, dan seluruh badan.
Ketiga, dengan cara berpindah
tempat. Caranya berpindah tempat dari kiri ke kanan, dari belakang ke depan,
dari bawah ke atas atau sebaliknya asal mempunyai alasan yang tepat.
Keempat, dengan cara melakukan
gerakan anggota badan. Caranya, tanpa merubah tempat pemain dapat melambaikan
tangan, mengembangkan jari-jari atau menghentikan kakinya atau gerakan-gerakan
yang lain. Gerakan anggota badan yang semakin meningkat intensitasnya, akan
mencerminkan pula meningkatnya emosi pemain, sehingga akan menciptakan pengembangan.
Kelima, dengan air muka.
Seperti halnya dengan gerakan anggota badan, perubahan pada air muka
mencerminkan pula pengembangan emosi pemain.
Sejalan dengan Rendra, Purwanto
(1968:160) berpendapat bahwa seorang pemeran harus menguasai urat-urat tubuhnya
agar dapat menghasilkan gerakan-gerakan yang beraneka ragam.
Maka apabila teknik pengucapan
dan kelima teknik jasmani ini dihubungkan dalam suatu gambaran yang tepat,
hasilnya akan memuaskan.
4. Teknik Membina
Puncak-Puncak
Teknik ini berkaitan erat
dengan teknik pengembangan. Sebab, pada teknik pengembangan diarahkan untuk
mengatur permainan sampai pada tahap puncak, sampai pada akhirnya tahap
peleraian. Teknik membina pucak-puncak pada hakikatnya adalah teknik menahan.
Maksudnya adalah seorang aktor atau pemain harus bisa menahan emosinya sampai
pada klimaksnya. Dengan kata lain, teknik membina puncak-puncak bertujuan
supaya puncaknya berbeeda jelas intensitasnya dari tingkatan-tingkatan
perkembangannya. Karena puncak itu ujung tanjakan, maka tingkatan-tingkatan
perkembangan sebelumnya harus lebih rendah dari pada puncaknya.
Menurut Rendra (1982:29) teknik
membina puncak-puncak adalah teknik seorang pemain untuk mengatur intensitas
emosinya. Pemain yang tidak bisa menahan diri sebelum puncak, biasanya
kewalahan dalam menciptakan puncak dan akhirnya puncaknya tidak jelas. Hal
tersebut disebabkan pemain memulainya sudah terlalu tinggi dan tanpa
terkendali, maka puncaknya terasa sama seperti permulaan saja. Menurut
Boleslavsky (dalam Waluyo 2003:128) akting seorang pemeran harus diatur
iramanya agar titik sasaran dapat dicapai dan alur dramatik juga dapat dicapai
puncak dan penyelesaiannya. Oleh sebab itu, pemain harus bisa menguasai teknik
menahan. Seperti yang dikemukakan Wright (dalam Waluyo 2003:112) menyatakan
bahwa aktor yang baik tidak pernah menumpahkan seluruh emosinya kepada
penonton. Pemaian membangun emosinya hanya untuk momen-momen khusus.
Menurut Rendra (1982:31) ada
lima macam teknik menahan yaitu, pertama dengan menahan intensitas emosi, kedua
menahan reaksi terhadap perkembangan alur, ketiga teknik gabungan misalnya
apabila pemain menggunakan suara yang lepas, maka hendaknya gerakannya ditahan;
apabila memakai gerakan yang keras, maka suaranya ditahan, keempat, dengan permainan
bersama, dan kelima dengan penempatan pemain.
5. Teknik Timing
Teknik timing dalam pementasan drama adalah ketepatan hubungan antara
gerakan jasmani dengan dialog yang diucapkan (Rendra 1982:34). Ada tiga macam
hubungan waktu antara gerakan dan dialog yang diucapkan yaitu, gerakan
dilakukan sebelum kata-kata diucapkan, gerakan dilakukan sambil kata-kata
diucapkan, dan gerakan dilakukan setelah kata-kata diucapkan.
Timing seperti itu
mempunyai akibat yang khusus. Teknik itu dapat dipakai untuk memberikan tekanan
atau menghilangkan tekanan. Selain itu, dapat dipakai untuk menjelaskan alasan
suatu perbuatan.
Menurut Rendra (1982:35) Ada
dua macam akibat yang dapat ditimbulkan oleh timing apabila dipergunakan untuk memberikan atau menghilangkan
tekanan.
Pertama, apabila gerakan itu
erat sekali hubungannya dengan yang diucapkan, artinya ia berlangsung sebelum
atau sudah kata diucapkan, maka efeknya akan lebih memberikan tekanan pada kata
yang diucapkan. Demikianlah apabila orang mengatakan “Aku cinta padamu” terus
memeluk seketika itu juga; atau dengan serta-merta ia memeluk dan seketika itu
juga mengatakan “Aku cinta padamu”, maka kalimat tersebut akan lebih memperoleh
tekanan daripada kalau kalimat itu diucapkan tanpa melakukan gerakan.
Kedua, apabila gerakan
dilakukan sementara kata-kata diucapkan, maka pemain yang melakukan hal itu
akan lebih banyak mendapatkan tekanan emosinya, dan juga ia akan menjadi lebih
menonjol diantara pemain-pemain yang lain di atas penggung, tetapi kata-kata
yang diucapkan akan kurang mendapatkan tekanan, atau dalam banyak hal menjadi
tidak penting lagi artinya.
Teknik timing juga dapat digunakan untuk menjelaskan alasan perbuatan,
apabila satu gerakan dilakukan sebelum atau sesudah kata-kata diucapkan.
Nyatalah, bahwa timing banyak gunanya
dan juga dapat menjelaskan banyak hal dalam perbuatan, namun kalau teknik timing dipakai secara berlebihan maka,
hasilnya akan terlalu menekan segi emosi pemain sehingga melelahkan penonton.
Untuk itu, pemain harus dapat mengatur timing dengan baik antara perbuatan dan
dialog yang akan diucapkan.
Baca juga: Langkah-langkah bermain peran.
Baca juga: Langkah-langkah bermain peran.