Mengintip Pesanggrahan Sultan di Taman Sari

rifanfajrin.com

Catatan Perjalanan Menjelang Akhir Tahun 2009
Oleh M. Rifan Fajrin

Setiap purnama Sultan beserta keluarga berkunjung ke Taman Sari untuk bersenang-senang, tetirah, dan bersemadi.



Setelah berkeliling seputar Keraton Yogyakarta dan salat dzuhur di Masjid Gedhe Yogyakarta, saya bersama kawan saya, Irvan Muzaki, meluncur ke Taman Sari, sekitar 0,5 km sebelah selatan Keraton Yogyakarta. Cuaca panas coba saya kikis dengan membayangkan kesegaran kolam pemandian Sultan.

Taman Sari merupakan taman kerajaan atau pesanggrahan Sultan Yogya dan keluarganya. Sebenarnya selain Taman Sari, Kesultanan Yogyakarta memiliki beberapa pesanggrahan, antara lain: Warungboto, Manukberi, Ambarbinangun, dan Ambarukmo. Semuanya berfungsi sebagai tempat tetirah dan bersemadi Sultan beserta keluarga. Namun, hanya pada masa Sultan Yogya I hingga Sultan Yogya III saja Taman Sari digunakan.

Taman Sari dibangun pada masa Sultan Hamengkubuwono I, yakni sekitar akhir abad XVII Masehi, tepatnya pada tahun 1691 M (tahun 1765 pada kalender Jawa). Dengan sentuhan arsitektur bangsa Portugis, Taman Sari menjelma menjadi sebuah bangunan bercitarasa seni arsitektur Eropa yang sangat kuat. Meski demikian, makna-makna simbolik Jawa juga erat melekat. Dan jika diamati, makna unsur bangunan Jawa tetap lebih dominan.

Selain itu, arsitektur Taman Sari sebenarnya juga merupakan perpaduan dari berbagai agama dan kearifan berbagai kebudayaan. Simbol dari agama Hindu pun terdapat pada bangunan ini. Salah satunya adalah Kalamakara yang terdapat di setiap gapura Taman Sari. Kalamakara diyakini merupakan penolak bala yang hendak masuk ke pesanggrahan Sultan. Pintu-pintu yang dirancang tidak terlalu tinggi sehingga seseorang yang hendak melewatinya akan sedikit menunduk, memiliki makna bahwa setiap orang haruslah saling menghargai sesamanya.

Setelah membayar tiket masuk seharga Rp. 3.000,- saya masuk lewat Gapura Panggung yang sebenarnya pada awalnya merupakan pintu belakang. Pintu masuk pada awalnya adalah Gapura Agung (Pintu Utama). Namun, sejak di sekitar Gapura Agung terbangun rumah-rumah penduduk, Gapura Panggung kemudian menjadi pintu masuk bagi para wisatawan.

Setelah masuk, saya langsung melihat empat bangunan di kanan kiri saya. Empat bangunan itu dinamakan Gedong Sekawan. Gedong Sekawan adalah tempat para penabuh gamelan yang mengiringi tari-tarian untuk menghibur raja setelah selesai mandi.

Dahulu setiap purnama, atau ketika Sultan menghendaki, Sultan beserta keluarga akan mengunjungi tempat ini. Mereka masuk melewati Gapura Agung yang akan langsung disambut dengan tari-tarian penyambutan seperti tari Serimpi, atau tari-tarian lain yang diciptakan sendiri oleh Sultan.

Bagian-bagian Taman Sari


Secara umum Taman Sari terbagi menjadi tiga bagian. Pertama adalah bagian Sakral, yaitu sebuah bangunan yang agak menyendiri. Di dalamnya terdapat ruangan sebagai tempat pertapaan Sultan dan keluarganya.

Bagian kedua adalah kolam pemandian, yakni bagian yang digunakan Sultan dan keluarganya untuk bersenang-senang. Bagian ini terdiri dari tiga kolam, yang disebut dengan Umbul Sari, Umbul Pamuncar, dan Umbul Binangun.

Umbul Sari adalah kolam tempat Sultan mandi bersama selirnya yang terpilih pada saat itu. Umbul Sari terpisah dari Umbul Pamuncar dan Umbul Binangun, dipisahkan dengan bangunan bertingkat. Umbul Pamuncar adalah kolam tempat mandi para selir Sultan. Sedangkan Umbul Binangun adalah kolam tempat mandi anak-anak Sultan. Air selalu memancar dari pancuran berbentuk singa.

Di pinggir-pinggir kolam terdapat pot-pot besar, dan kurungan tempat binatang kesukaan Sultan, ayam bekisar. Di sekitar kolam juga terdapat beberapa ruangan yang berfungsi sebagai tempat sauna Sultan dan tempat ganti pakaian.

Bagian ketiga adalah Pulau Kenanga. Bagian ini terdiri dari beberapa bangunan, yaitu Pulau Kenanga atau Pulau Cemeti, Sumur Gemuling, dan lorong bawah tanah.

Pulau Kenanga atau Pulau Cemeti adalah sebuah bangunan tinggi yang berfungsi sebagai tempat beristirahat, sekaligus sebagai tempat pengintaian. Disebut Kenanga karena jika dilihat dari atas, bangunan seolah-olah menyerupai bunga teratai di tengah kolam yang sangat besar.

Sumur Gemuling adalah sebuah bangunan melingkar yang berbentuk seperti sebuah sumur yang di dalamnya terdapat ruangan-ruangan yang konon dahulu berfungsi sebagai tempat salat.

Adapun lorong-lorong yang ada di kawasan ini dahulu konon berfungsi sebagai jalan rahasia yang menghubungkan Taman Sari dengan Keraton Yogyakarta. Bahkan, terdapat legenda yang menyebutkan bahwa lorong ini tembus ke pantai selatan yang merupakan jalan bagi Sultan Yogyakarta untuk bertemu dengan Nyai Roro Kidul.

Sayang sekali, saya belum berkesempatan mengunjungi Pulau Kenanga. Sebab, bagian ini sedang dalam proses renovasi.

Masjid Saka Tunggal, Kerajinan Batik, dan Pasar Ngasem

Berjalan beberapa meter dari bangunan utama, saya menjumpai Masjid Saka Tunggal yang memiliki keunikan hanya satu buah tiang pada bangunan utama. Keunikannya inilah yang menjadikan Masjid Saka Tunggal sebagai aset wisata hingga saat ini. Masjid ini dibangun pada abad XX, selesai dibangun pada Jumat Pon 21 Rajab 1392 H atau 1 September 1972 M. Oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Masjid Saka Tunggal diresmikan pada Rabu Pon, 28 Februari 1973. Keunikannya tetap dapat menjadi aset di kompleks ini.

Selain keunikan itu, Taman Sari juga terkenal dengan kerajinan batiknya. Para wisatawan yang berkunjung dapat berbelanja maupun melihat secara langsung pembuatan batik yang berupa lukisan atau konveksi. Bahkan, terkadang para wisatawan pun dapat pula menjajal membatik sendiri di atas kain.

Tidak jauh dari Taman Sari, dapat dijumpai Pasar Ngasem yang merupakan pasar tradisional dan pasar burung terbesar di Yogyakarta.

Beberapa daya tarik pendukung inilah yang membuat Taman Sari menjadi salah satu tujuan wisata Keraton Yogyakarta. []
close