Perjanjian Rahasia, Bagian 2

rifanfajrin.com - Perjanjian Rahasia, bagian 2


Baca Sambungan Cerita Sebelumnya: Perjanjian Rahasia, bagian 1

Satu per satu rombongan memasuki kuil. Mereka langsung digiring untuk bergabung duduk menghadap altar. Mereka tak dibedakan apakah ia laki-laki atau perempuan, anak-anak atau dewasa. Mereka mendapat tempat yang sama. Mereka ditempatkan bercampur menjadi satu. Hanya saja lelaki tua bersuara berat berada di garis depan, tepat di tengah-tengah altar.
Tak ada perbincangan di antara mereka. Masing-masing hanya sedang bergumam khusyuk memuji dan mengagungkan nama Ferluci Vagin. Sedikit pun tak terbersit di benak mereka untuk memuji atau mengagumi seluruh bagian kuil yang telah didesain sebagai kunci bagi misteri-misteri religius yang dalam. Di setiap bagian kuil terpahat arsitektur yang bernuansa supranatural kental berupa kode-kode menyerupai gematria – kode Ibrani kuna berbentuk angka-angka yang mewakili tiap-tiap huruf dalam alfabet – yang mengabarkan ungkapan-ungkapan liturgi penuh misteri di dalam dimensi bangunan yang megah. Bersamaan dengan itu, pahatan-pahatan dan kaca-kaca secara implisit menyiratkan pesan-pesan yang kompleks tentang sifat manusia, tentang masa lalu, dan makna-makna melalui beragam desain yang dibuat, juga menandakan terciptanya sebuah hasrat keabadian di dalamnya.
Mereka sangat khusyuk berdoa dan melantunkan puji-pujian, hingga tak mereka sadari asap-asap mengepul telah menyembul pada altar. Seorang pelayan wanita bercadar yang menutupi wajahnya keluar membawakan sebuah bejana emas berukuran sedang. Meski tertutup kain, tak dapat disembuyikan kalau bejana itu berisi benda yang berkilauan sangat terang. Ia kemudian masuk lagi ke dalam setelah menaruh bejana tersebut di atas meja yang telah tersedia di tengah altar, berjarak kira-kira satu setengah meter di depan singgasana.
“Saudara-saudara tercinta, mari kita mulai!” seru lelaki yang mengenakan jubah hitam panjang yang menyentuh mata kakinya di atas altar. Ia juga mengenakan penutup kepala hitam sederhana, dengan penutup wajah yang cukup lebar berbentuk segitiga. “Sebelumnya akan kami tegaskan, bahwa kalian telah mengajukan permohonan kepada kami. Jika dari kalian mengetahui alasan apa saja yang menentang terkabulnya permohonan itu, katakan saja sekarang! Sebab, Yang Mulia Ferluci Vagin tak menyenangi pengingkaran atas kesepakatan yang akan terjadi kemudian!”
“Kalian seluruhnya telah mengetahui semua persyararatan dan kesulitan-kesulitan yang menunggu kalian seiring dengan kebahagiaan yang sebentar lagi akan hadir sesuai dengan apa yang kalian mohonkan! Maka sekali lagi, kami ingin mengetahui secara pasti apakah kalian masih berketetapan hati untuk melanjutkan upacara!”
Mereka menjawab dengan mata berbinar-binar, “Ya, dengan penuh kesadaran akan adanya risiko yang menyertai, kami sepakat untuk melanjutkan upacara!”
“Bagus! Maka bersiaplah!” kata lelaki tua itu lagi. “Kalian sendiri yang memilih jalan hidup kalian! Dan mulai sekarang kalian adalah calon pengikut Yang Mulia Ferluci Vagin.”

“Jika ada apa pun perintah telah keluar dari Yang Mulia Ferluci Vagin atau dari salah seorang dari kami yang telah diberi kuasa olehnya, maka perintah itu harus segeralah dilaksanakan tanpa sedikit pun ada keberatan sebagaimana ia adalah perintah dari Tuhan!”
Bersambung ke bagian 3
close