KETERKAITAN POLA PEREKRUTAN DAN PRAKTIK JUGUN IANFU DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA
Oleh Muhammad Rifai Fajrin
Masa pendudukan Jepang merupakan satu fase
kelam dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Rakyat mengalami berbagai
penderitaan akibat eksploitasi sumber daya alam, pengerahan tenaga kerja
romusya, yang dilakukan secara terstruktur dan sistematis. Jepang dengan segala
propaganda dan tipu dayanya, berhasil memperdaya rakyat Indonesia. Sehingga,
keadaan masa pendudukan Jepang sesungguhnya tidak lebih baik daripada masa
kolonial Belanda.
Salah satu permasalahan yang penting untuk
diulas dan dimunculkan adalah tentang kejahatan terhadap wanita Indonesia pada
kurun waktu 1942-1945. Mereka lazim disebut sebagai Jugun Ianfu atau budak
seks. Sebagian besar
perempuan yang dijadikan Jugun Ianfu dipaksa dengan
cara-cara kekerasan, tipu-muslihat, pengingkaran janji disertai ancaman/teror. Para perempuan
ini kemudian dimasukkan
ke sebuah tempat
khusus yang bernama
Ian-jo sebagai rumah bordil.
Permasalahan ini seolah menegaskan bahwa wanita
kerap kali dianggap sebagai makhluk yang lemah. Mereka menjadi objek kekerasan
yang dilakukan oleh laki-laki. Bahkan pola kekerasannya pun sama dengan yang
terjadi pada masa sekarang. Kekerasan berbasis gender terhadap wanita menjadi satu permasalahan yang tak
berkesudahan. Salah satunya adalah kasus human
trafficking kepada wanita-wanita Indonesia.
Kasus Human
Trafficking memanglah tidak menimpa hanya kepada wanita Indonesia saja,
tetapi bisa saja menimpa laki-laki dewasa dan anak-anak. Adapun kasus trafficking ini didominasi korban
perempuan remaja hingga dewasa. Oleh sebab itu, ulasan diskusi ini berusaha
mengambil korelasi antara perekrutan jugun
ianfu pada masa Jepang dan kasus
kejahatan terhadap wanita Indonesia pada masa kini.
Kami melihat ada satu pola yang sama yang
digunakan untuk melakukan praktik kejahatan tersebut.
Diantaranya, 1) penculikan, 2) pemaksaan, 3)
penipuan. Pola ini dapat diuraikan lebih lanjut pada pembahasan di bawah.
Munculnya
Jugun Ianfu Di Indonesia
Jugun Ianfu merupakan sistem
perbudakan seksual perempuan
yang diciptakan oleh kekaisaran
Jepang pada masa perang Asia Pasifik (1931-1945) yang dilakukan secara masif
dan sistemis sebagai fasilitas pemuas seksual tentara militer garis depan. Oleh
kaisar Hirohito, penerapannya mencakup seluruh wilayah Asia. Penerapan sistem
Jugun Ianfu merupakan
kebijakan yang pragmatis, bertujuan untuk
mencegah tentara perang
Jepang terjangkit penyakit
kelamin akibat pemerkosaan
massal, ini dapat dimengerti sebab tentara Jepang memiliki nafsu seks yang
cukup tinggi.
Saya pernah membaca sebuah artikel yang
menyatakan bahwa, sesungguhnya pada awalnya tentara Jepang mendatangkan “budak
seks” dari Tiongkok dan Korea, dua negara yang juga menjadi korban invasi
Jepang. Namun, dikarenakan permintaan yang cukup tinggi terhadap keberadaan wanita
penghibur, maka praktik berbudakan seks tersebut menyasar kepada wanita
Indonesia.
Siapa yang menjadi korban? Umumnya yang menjadi
korban adalah wanita-wanita dari golongan menengah ke bawah. Mereka yang
direkrut berasal dari anak-anak petani, buruh dan keluarga tukang batu. Jadi
korban jugun ianfu adalah mereka yang
miskin dan bodoh. Meskipun demikian, di beberapa kasus ada pula yang berasal
dari golongan priyayi dan bangsawan. Mereka terpaksa menjadi jugun ianfu karena bapaknya tidak mampu membayar pajak atau tidak mampu
menyerahkan harta dan perhiasan mereka. Sehingga anak gadisnya menjadi
gantinya.
Para wanita ini diculik, dipaksa, atau
diperdaya untuk ditampung dalam sebuah rumah bordil bernama ian-jo. Rumah itu
sebenarnya merupakan bekas bangunan Belanda yang sengaja dikosongkan, untuk
kemudian dijadikan markas militer dan penampungan wanita tadi. Tiap kamar
diberikan nomor dan nama wanita dalam bahasa Jepang, padahal isinya adalah
wanita Indonesia.
Kasus
human trafficking di Indonesia
Human Trafficking
atau perdagangan manusia adalah perekrutan, pengiriman, atau penampungan
orang-orang dengan cara ancaman atau kekerasan demi tujuan eksploitasi,
pelacuran, seks, penyalagunaan kekuasaan serta perbudakan yang hanya
menguntungkan satu pihak saja.
Yang lebih mengerikan, perdagangan manusia saat
ini bahkan telah mengarah pada penjualan organ tubuh manusia yang diambil
secara paksa.
Biasanya perdagangan manusia dilakukan dengan
cara mengirimnya ke luar negeri dengan iming-iming tertentu, seperti gaji yang
tinggi, kehidupan yang lebih baik, dan hiburan (traveling ke luar negeri). Padahal, belum ada kontrak yang jelas
dimanakah tempat yang akan dituju, bagaimana kehidupan di tempat tujuan, dan
payung hukum yang jelas jika terjadi suatu permasalahan.
Sayangnya, praktik perdagangan manusia ini juga
menyasar ke golongan masyarkat menengah ke bawah. Mereka umumnya juga dari
golongan miskin dan bodoh (berpendidikan rendah), sehingga mudah untuk ditipu
dan diperdaya.
Bentuk-bentuk perdagangan manusia bisa
bermacam-macam. Misalnya; 1) dipekerjakan sebagai PSK (pekerja seks komersial),
2) dipekerjakan sebagai PRT (pembantu rumah tangga), 3) sebagai penari dan
penghibur, 4) pernikahan paksa, 5) buruh anak, 6) penjualan bayi, 7) penjualan
organ tubuh.
Keterkaitan
Pola Perekrutan Dan Praktik Jugun Ianfu Dengan Perdagangan Manusia
Sebagaimana kami ungkapkan di awal tulisan
bahwa praktik jugun ianfu dan perdagangan manusia merupakan satu praktik yang
merugikan salah satu pihak dan hanya menguntungkan satu pihak saja. Adapun
korban didominasi oleh wanita. Sehingga, tulisan ini mencoba untuk mencari
keterkaitan pola dan praktik pelaksanaan perbudakan seksual masa Jepang dengan
praktik perdagangan manusia (yang kami batasi permasalahannya, yaitu yang melibatkan
wanita sebagai korban).
Adapun hasil telaah kami, sebagai berikut.
Tabel.
Perbadingan praktik perbudakan seksual masa Jepang dengan praktik perdagangan
manusia
NO
|
PEMBAN-DING
|
PERBUDAKAN
SEKS MASA JEPANG
|
PERDAGANGAN
MANUSIA
|
1
|
Pengertian
|
Sistem perbudakan seksual
perempuan yang diciptakan oleh kekaisaran Jepang pada masa
perang Asia Pasifik (1931-1945) yang dilakukan secara masif dan sistemis
sebagai fasilitas pemuas seksual tentara militer garis depan.
|
Perdagangan manusia adalah segala bentuk jual beli terhadap manusia,
dan juga ekploitasi terhadap manusia itu sendiri seperti pelacuran (bekerja
atau layanan paksa), perbudakan atau praktek yang menyerupainya, dan juga
perdagangan atau pengambilan organ tubuh manusia.
|
2
|
Korban
|
Wanita-wanita di kawasan Asia, khususnya Indonesia pada masa Jepang
sebagai pemuas nafsu seksual serdadu Jepang.
Umumnya berusia 13-30 tahun
|
Perdagangan manusia menyasar kepada siapa saja. Tetapi secara khusus
menyasar kepada wanita, dengan rentang usia 13-17 tahun.
|
3
|
Jumlah korban
|
Jumlah pasti belum dapat dipastikan, namun perkiraan jumlah wanita
yang menjadi korban berjumlah 80.000 hingga 200.000 di seluruh Indonesia
(berdasarkan Gender and the Triangle of Violence: Who was the Indonesian
Jugun Ianfu (Comfort Women) oleh Dewi Indri 2014, http://www.internationalpeaceandconflict.org/profiles/blogs/gender-and-the-triangle-violence-who-was-
the-indonesian-jugun
|
Juga tidak dapat diketahui secara pasti, tetapi berdasarkan catatan
KPAI, dalam kurun waktu 2014-2017 terdapat 435 kasus trafficking dengan rentang usia yang disebutkan di atas, yaitu
13-17 tahun.
|
4
|
Pola Perekrutan
|
1) Perekrutan paksa/penculikan
(kidnapping through
physical and sexual
violence), militer Jepang
kerap melakukan perekrutan
paksa, yaitu penculikan yang
disertai aksi kekerasan,
penyiksaan dan pemerkosaan
terhadap perempuan-perempuan muda
di jalan-jalan, di
rumah-rumah penduduk, atau
tempat perempuan muda tersebut bekerja (sawah atau di perkebunan).
Mereka diambil paksa tanpa diketahui oleh sanak saudara atau anggota
keluarganya.
|
Perekrutan tenaga perempuan sebagai korban human trafficking pada masa
ini sebagian besar adalah korban penipuan. Tidak seperti jugun ianfu pada
masa Jepang yang memiliki 3 pola.
Mereka ditipu, dijanjukan kehidupan yang lebih baik dengan bekerja di
luar negeri dengan gaji yang besar. Tetapi ternyata tidak sesuai dengan
harapan. Hal ini disebabkan rendahnya pemahaman mereka terhadap pekerjaan di
luar negeri tersebut, sehingga dapat dngan mudah dibodohi. Bahkan menjadi
korban praktik perdagangan manusia. Ia tak mampu memberontak karena jika
melawan maka nyawanya terancam.
|
|
Pola Perektrutan
|
2) Pemaksaan disertai ancaman
(coercion by frightening the women and family through
threats and terror), militer Jepang
memaksa calon Jugun
Ianfu dan keluarganya dengan menyebarkan perasaan
takut terhadap berbagai ancaman dan teror secara terus menerus, sebagai
bentuk kekerasan psikologi.
|
|
|
Pola Perektrutan
|
3) Penipuan (Dishonest promises
to give them an education and/or job) cara menipu mereka (perempuan-perempuan Indonesia) dan keluarganya dengan
menjanjikan pendidikan di Tokyo dan Shonanto (Singapura), ataupun akan
diberi pekerjaan yang
layak. Metode ini
menggunakan agen
perantara/broker untuk dalam proses perekrutannya.
|
|
5
|
Keterlibatan Pejabat Desa
|
Tonarigumi atau pejabat RT/RW yang mengambil keuntungan pribadi turut
andil dalam banyaknya wanita indonesia yang direktut. Mereka secara
sistematis terlibat sebagai perantara dalam upaya mengumpulkan wanita
indonesia. Mereka dapat dikatakan sebagai agen/broker. Bahkan dapat dikatakan
pula bahwa mereka adalah garda terdepan sebagai pihak yang menipu wanita
Indonesia. Mereka mengelabui wanita Indonesia dengan menawarkan program
program desa. Contoh penipuan, misalnya mereka mendata anak-anak gadis untuk
disekolahkan di sekolah sekolah jepang. Padahal data ini kemudian diolah
untuk dieksekusi sebagai jugun ianfu. Biadab!
|
Tidak ada keterlibatan pejabat desa dalam kasus human trafficking,
tetapi mungkin disebagian kasus, ada.
Umumnya agen/broker adalah para profesional yang lihai dalam melakukan
pekerjaan haram ini.
|
6
|
Kehidupan korban
|
Jugun ianfu memiliki fungsi utama untuk menghibur tentara Jepang. Dari
hasil pengumpulan wanita Jepang, maka dapat diklasifikasikan ke dalam
beberapa kategori, misalnya, cantik dan perawan untuk perwira, cantik tidak
perawan, tidak cantik tapi perawan, dan tidak cantik dan tidak perawan.
Disamping itu, wanita yang terseleksi tadi juga memiliki tugas menjalankan
tugas rumah tangga.
|
1) dipekerjakan sebagai PSK (pekerja seks komersial), 2) dipekerjakan
sebagai PRT (pembantu rumah tangga), 3) sebagai penari dan penghibur, 4)
pernikahan paksa, 5) buruh anak, 6) penjualan bayi, 7) penjualan organ tubuh.
|
Kesimpulan:
Kasus kekerasan terhadap wanita memang menjadi
isu yang akan terus ada di sepanjang waktu. Bagaimana perlindungan terhadap
wanita, terhadap para pembantu rumah tangga dan anak anak di bawah umur,
kiranya harus menjadi satu prioritas dan PR besar bagi pemerintahan untuk
memberikan payung hukum yang nyata.
Harapannya, di era kemerdekaan ini peristiwa
peristiwa kelam yang dialami oleh wanita Indonesia ini tidak terulang kembali.