Pentas Siswa SD Labschool Unnes di Hari Anak 2019

"Pak, kita tampilnya kapan?"

"Pak Rifan, jam berapa kita pentasnya?"

"Pak, kok lama banget sih?"

Itulah rentetan pertanyaan dari siswa-siswi kelas 3A. Berondongan pertanyaan yang ditembakkan kepada saya. Mereka sudah tak sabar untuk segera tampil.

"Sabar yaa! Yang paling bagus tampil belakangan! Hehehe," jawab saya mencoba menenangkan. 

Anak-anak mulai gelisah menunggu giliran mereka pentas. Beberapa siswa memilih untuk membeli makan dan minum. Sebagian lagi malah bermain di sekitar lapangan. Ada juga siswa yang bertahan di dekat panggung untuk menonton pertunjukan dari kelas lain sembari menunggu giliran.


Ya, hari itu, Kamis 25 Juli 2019, di sekolah kami, SD Labschool Unnes, diselenggarakan Peringatan Hari Anak dengan tema "Bakatku Untuk Negeri".

Setiap kelas mulai dari kelas satu sampai kelas enam, akan menampilkan bakatnya masing-masing.  Durasi penampilan untuk tiap kelas dibatasi hanya 15 menit saja! Penampilan bisa dibawakan secara individu (perorangan) maupun secara group (kelompok).

Nah, kebetulan saja, kelas kami kelas 3, mendapat giliran untuk tampil paling akhir. Dijadwalkan kami tampil pukul 11.00 - 11.15 WIB!


Aiko dan Schatzi menyanyi kompak sekali.

Lalu apa saja sih yang ditampilkan oleh siswa siswi SD Labschool Unnes di Peringatan Hari Anak kemarin?

Ada dance modern, story telling, menyanyi karaoke, drama musikal, ada juga siswa yang bermain drum solo. Kelas dua ada yang menampilkan pentas main alat musik ritmis menggunakan alat-alat rumah tangga seperti centong, galon, botol, dan lain-lain.


Nah, kira-kira apa yaaa yang ditampilkan oleh kelas 3A?

Dua hari sebelum hari H pementasan, sebenarnya anak-anak menginginkan tampil dance modern. Bahkan anak-anak sudah melakukan voting, lagu apa yang akan digunakan untuk dance.

Dalam voting, lagu Lily mendapat suara terbanyak, mengalahkan lagu senorita, taki-taki, dan lagunya Blackpink!

Namun, pada hari Rabu ternyata anak-anak belum siap,

"Pak, gimana pentasnya?" Fesie bilang ke saya.

"Kemarin belum sempat latihan?" saya bertanya balik padanya.

"Belum, Pak."

Lalu saya memanggil beberapa anak. "Anak-anak, adakah kalian yang sudah memiliki gerakan dance untuk tampil besok?"

Anak-anak menggeleng.

Wah, bisa gawat nih, pikir saya. Kebuntuan menghinggapi kami. Sudah terbayang di benak kami akan gagal tampil. Atau tepatnya, gagal tampil sekelas.

Meski sebenarnya kami sudah punya tampilan duo, yaitu Aiko dan Schatzi yang akan menyanyi karaoke lagu "Setinggi Langit". Tetapi tetap kurang afdol rasanya kalau pentas bersama sekelas urung ditampilkan.

"Terus gimana dong?"

Sejurus kemudian, saya berkata kepada anak-anak, "Kita tampil dramatisasi puisi saja! Akan saya siapkan ilustrasi musiknya dan puisi yang akan dibacakan! Kita masih punya waktu sampai setengah dua!"

Anak anak setuju.

Akhirnya, saya memilih puisi WS Rendra berjudul "Gugur" dan mengunduh suara ilustrasi suara mesin kendaraan berat dan senapan dalam peperangan!

Siswa lali-laki saya tugaskan untuk melakukan dramatisasi sebagai pejuang kemerdekaan.

"Rama, Belva, Gilang, Daniel, Darren, dan Gibran, kalian berperan sebagai pejuang! Siap?!"

Oleh sebab itu, kostum yang mereka pakai pun kita sesuaikan. Mereka mengenakan  pakaian pejuang: kaos dan celana biasa, sarung, ikat kepala merah putih menggunakan hasduk pramuka, dan membawa senapan mainan!

Sedangkan siswa perempuan, saya kasih tugas untuk membaca puisi secara estafet.

***

Beberapa saat sebelum pentas, saya mengajak anak-anak untuk berkumpul di gazebo. Saya ajak mereka untuk berdoa agar pentas berjalan lancar.

Lalu saya membagi potongan puisi untuk dibacakan. Kami pun sempat berlatih sebentar di gazebo. Saya ingin memastikan agar anak-anak tidak grogi ketika membaca puisi nanti.

Daan, alhamdulillah! Semua berjalan dengan lancar.

Mula mula Aiko membaca narasi.

Hari telah malam.
Suara desing peluru, pesawat dan tank tempur memekakkan telinga.
Perang pun pecah!

Para pejuang mengendap endap. Merayap. Menyerang. Peluru berlesatan.

"Allahu Akbar!"
Kita tidak boleh kalah!
Penjajah harus pergi dari tanah Indonesia!
Kita akan berjuang.
Sampai titik darah penghabisan.

Namun, dua orang pejuang tertembak. Mereka gugur. Teman temannya membawanya ke tepi peperangan.

Pahlawanku telah gugur.

Gugur bunga.

Gugur. Puisi karya WS Rendra pun dibacakan, dengan musik pengiring Gugur Bunga instrumental.

*

Di akhir pentas, sesuai rencana, kami memberikan salam kepada penonton,

Selamat Hari Anak Indonesia
Enjoy with us!
SD Labschool Unnes Semarang
Yeeaaayyy!!!!

Terima kasih kepada semua siswa dan orang tua yang telah membantu agar pentas kita berjalan dengan lancar! 
close