Kisah Sayyidina Ali R.A dan Seorang Yahudi (Tentang Rezeki yang Tak Kemana)

rifanfajrin.com
rifanfajrin.com - Kisah Sayyidina Ali R.A dan Seorang Yahudi 
(Tentang Rezeki yang Tak Kemana)


Suatu ketika Ali Radhiyallahu 'anhu masuk ke masjid. Dia terlebih dahulu menitipkan kuda berpelana miliknya kepada seorang Yahudi. Saat keluar dari masjid, Ali Radhiyallahu 'anhu berencana memberi upah 20 dirham kepada Yahudi tersebut. Namun, ia tidak berhasil menemui Yahudi tersebut, yang telah kabur dan mencuri pelana kudanya.

Ali Radhiyallahu 'anhu pun pulang dan menyuruh khadimnya (pelayan) ke pasar untuk membeli pelana baru.

Pulang dari pasar, khadimnya membawa pelana Ali Radhiyallahu 'anhu yang hilang dicuri dengan membelinya seharga 20 dirham dari seorang Yahudi.


Melihat peristiwa ini, Ali Radhiyallahu 'anhu berkata, "Aku berniat memberi upah Yahudi itu 20 dirham, tetapi dia telah mencuri dan menjualnya dengan harga 20 dirham juga. Andai dia mau bersabar sebentar saja, dia akan mendapat 20 dirham dengan cara yang halal!"

***

Dari kisah Sayyidina Ali R.A dan seorang Yahudi ini, kita bisa mengambil beberapa itibar/pelajaran yang sangat berharga.

Bahwa rezeki seseorang di dunia ini telah diatur oleh Alloh SWT. Rezeki seseorang telah tertulis sejak ribuan tahun yang lalu, bahkan sebelum seseorang dilahirkan ke dunia.

Rezeki yang telah diatur ini, tidak akan tertukar satu sama lain.

Sebagai orang yang beriman, yang mempercayai bahwa Alloh SWT-lah yang memberi rezeki, maka sebenarnya seseorang tidak perlu khawatir akan kekurangan rezeki.

Terhadap bagian rezeki yang demikian ini, rezeki di dunia, dengan kata lain sudah ada jaminan dari Alloh SWT. Sementara bagian di akhirat, itulah yang hendaknya kita upayakan dan usahakan dengan sungguh-sungguh. Sebab, di sanalah (akhirat) yang belum ada jaminan dari Alloh SWT.

Nah, terhadap bagian rezeki di dunia ini, tugas kita sebenarnya adalah:

Berikhtiar, mengupayakan agar rezeki sampai pada diri kita dengan cara yang HALAL dan baik. Sebisa mungkin menghindari cara-cara yang HARAM, jalan penuh dosa yang dibenci dan dimurkai oleh Alloh SWT!

Namun terkadang kita memang tergesa-gesa, tidak SABAR dalam menanti datangnya rezeki dari Alloh SWT.

Suatu contoh sederhana lainnya. Ketika seseorang sedang berjalan-jalan dan sampailah ia di depan sebatang pohon mangga yang berbuat sangat lebat. Kemudian dia tergoda untuk memetik sebuah mangga itu dan memakannya.

Nah, dengan demikian, mangga tersebut sebenarnya memang telah digariskan menjadi rezekinya. NAMUN, itu REZEKI yang HARAM.

JAMINAN: Mangga itu menjadi rezekinya.
BELUM ADA JAMINAN: cara mendapatkannya, dan dia memilih mendapatkan mangga dari pohon tersebut dengan cara yang haram. SEANDAINYA dia mau bersabar SEBENTAR saja, maka pasti dia pun juga akan memakan mangga tersebut dengan cara yang halal. Entah bagaimana caranya, itu skenario dari Alloh SWT.

Begitu pun dengan para KORUPTOR. Seandainya dia mau bersabar sedikit saja, INSYAALLOH dia akan mendapatkan rezeki yang halal yang sudah menjadi haknya, yang telah tergariskan untuknya. Sayangnya, PARA KORUPTOR LEBIH MEMILIH MENJADI MANUSIA PEMAKAN BANGKAI!!!  (Baca kisahnya: Manusia Pemakan Bangkai, Kisah nyata dari India)

Begitulah. Persoalannya sekarang adalah, tentang bagaimana kita mendapatkannya, sesederhana itu!

Ulama mengatakan, tidaklah seseorang ini meninggal dunia, kecuali "jatah" rezekinya di dunia ini memang sudah habis.

Lalu, apakah hakikat rezeki itu? Salah satu tafsiran penjelasan mengenai rezeki, dijelaskan bahwa rezeki adalah: "Apa-apa atau sesuatu yang telah kita makan, kita pakai, kita konsumsi, dan yang telah kita sedekahkan."

Dari penjelasan ini, kita bisa menyadari bahwa uang, misalnya, uang di dalam dompet kita itu belum tentu menjadi rezeki kita. Termasuk uang gajian. Di dalamnya masih ada rezeki orang lain, misalnya anak istri (bila uang tersebut kemudian dibelanjakan menjadi makanan dan keperluan sehari-hari), dan di dalamnya ada pula hak untuk fakir miskin.

Demikianlah kisah inspiratif dan penuh makna dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib Radhiyallohu Anhu dan seorang Yahudi yang tergesa-gesa lebih memilih mendapatkan rezekinya dengan cara yang haram.

Semoga bermanfaat. Dan mari kita mencari rezeki yang halal-halal saja,

Semoga Alloh berikan kefahaman kepada kita. Amin.
close