Kisah Pertarungan Pegulat dan Pemuda Kurus
Alkisah di sebuah negeri, hiduplah seorang pegulat yang terkenal sangat
kuat. Badannya tinggi dan kekar. Di setiap pertarungan, dia selalu berhasil
menjatuhkan dan mengunci lawan-lawannya, sampai akhirnya lawannya itu kesakitan
dan menyerah. Saking hebatnya pegulat itu, orang-orang pun bergumam, “Masih
adakah seseorang yang pantas untuk bertarung melawannya? Sepertinya, pegulat
itu benar-benar tiada tanding!” Semua orang menyanjungnya.
Namun, selain terkenal karena kekuatan otot-ototnya, sayang sekali, si
pegulat juga terkenal dengan kebodohan dan kesombongannya. Boleh dikatakan, dia
adalah seorang pegulat yang sangat kuat, tetapi bodoh. Oleh sebab itu, dia suka
mencemooh orang lain, menyombongkan kekuatan dirinya untuk menutupi
kebodohannya.
***
Suatu hari, dia berjalan-jalan untuk melihat keramaian. Dia masuk ke
sebuah pasar. Pasar itu penuh sesak. Tanpa sengaja, sang pegulat menyenggol
seorang kakek tua yang membawa sebuah keranjang berisi gerabah. Gerabah si
kakek pun pecah berantakan di lantai. Sang pegulat terkejut. Akan tetapi,
bukannya meminta maaf, malahan dia membentak si kakek.
Si kakek pun bersedih melihat gerabahnya pecah berantakan. Dia tambah
bersedih karena menyadari bahwa orang-orang di sekitar kejadian diam saja.
Semua orang tahu, bahwa orang yang menyebabkan gerabah si kakek pecah adalah
sang pegulat paling mengerikan yang selalu berhasil menjatuhkan lawan-lawannya
dengan sangat mudah. Itulah sebabnya orang-orang menjadi takut untuk ikut campur
dan memilih diam saja.
Di tengah kesedihan sang kakek, majulah seorang pemuda kurus yang datang memperingatkan
sang pegulat. Si pemuda kurus berkata kepada pegulat, “Wahai pegulat,
seharusnya kau meminta maaf kepada kakek itu, bukan malah membentaknya! Syukur-syukur
kau mau mengganti gerabahnya yang pecah berantakan itu! Bukankah bayaranmu
berlebih karena kau adalah pegulat tak terkalahkan?”
Mendengar perkataan si pemuda kurus, terkejutlah sang pegulat. Dia tidak
menduga ada orang yang berani memprotesnya, apalagi itu datang dari seorang
pemuda kurus!
“Siapa kau?! Beraninya kau berkata lancang di hadapanku! Jangan ikut
campur, atau aku akan meremukkan tulang-tulangmu!” bentak si pegulat.
Orang-orang ngeri mendengar perkataan si pegulat. Mereka tidak bisa membayangkan,
apa jadinya bila si pegulat benar-benar membanting badan pemuda yang kurus
seperti pensil itu?
Si pemuda menjawab dengan tenang, “Jangan sombong! Semua orang tahu
kekuatanmu, tetapi kau tidak akan bisa membantingku!”
“Ha-ha-ha!” tawa si pegulat meledak. Dia tertawa sangat keras dan
terpingkal-pingkal. “Hai pemuda, apakah kau sedang mengigau? Segera bangunlah
dari tidurmu!”
“Tidak!” si pemuda membentak, “aku tidak sedang mengigau!” Bentakan si
pemuda membuat suasana hening sejenak. Ia meneruskan, “Aku sungguh-sungguh pada
perkataanku. Kau tidak akan bisa membantingku, aku yakin itu! Sebab, jangankan
membantingku, kau bahkan akan tidak mampu melempar rumput!”
Tentu saja si pegulat tersinggung. “Kau benar-benar pembual! Mari kita buktikan!”
tukas si pegulat.
Si pemuda mengajak si pegulat berjalan beberapa puluh langkah ke belakang
pasar. Beberapa orang mengikuti sang pemuda dan pegulat, penasaran. Hingga
sampailah mereka di belakang pasar. Di sana terhampar sedikit tanah berumput
yang dibatasi oleh sebuah pagar tembok kira-kira 4 (empat) meter.
“Nah, kau lihat tembok itu?” kata sang pemuda.
“Ya, aku melihatnya.”
“Mari kita bertarung. Siapa yang
bisa melempar rumput melewati tembok itu, dialah pemenangnya,” kata sang
pemuda.
Sang pegulat tertawa. Akan tetapi, tawanya langsung terhenti karena si
pemuda berkata, “Jangan tertawa, segera lakukan saja!”
“Bah! Kau pemuda kurus bodoh!” sahut sang pegulat sembari mencabut
beberapa helai rumput dan siap melemparnya. “Apakah kau tidak pernah mendengar
siapa aku? Perkara beginian, bagiku sangat sepele! Lihat baik-baik! Aku akan
melemparnya tidak hanya melewati tembok, tetapi aku akan melemparnya jauh
sehingga kau akan terkejut dengan besarnya kekuatanku!”
Si pemuda hanya tersenyum, “Mungkin kaulah yang akan terkejut!”
Sang pegulat pun telah melempar rumput itu! Jangankan melewati tembok,
rumput itu hanya terbang tak jauh dari kepala si pegulat dan melayang perlahan
jatuh ke tanah! Sang pegulat sempat terkejut, “Mungkin lemparanku tadi sedikit
meleset, tetapi sekarang tidak akan!” Dia segera mencabut beberapa helai rumput
lagi dan melemparnya lebih kuat.
Namun, hasilnya tidak jauh berbeda dari lemparan pertama sang pegulat
tadi. Pada lemparan kedua, rumput itu hanya terbang tak jauh dari kepala si
pegulat dan melayang perlahan jatuh ke tanah! Sang pegulat benar-benar tidak percaya apa
yang baru saja dilihatnya. Lalu, dengan sangat marah, dia mencoba lagi untuk
melempar. Akan tetapi, dia kembali gagal. Si pegulat merasa nyaris gila!
Akhirnya dia menyerah. “Ini mustahil terjadi,” kata si pegulat, terduduk lemas.
Sang pemuda tersenyum. Dia sangat mengenal sang pegulat, bahkan dia juga
mengagumi si pegulat. Oya, sang pemuda juga sangat tahu bahwa sang pegulat itu sangat
percaya akan kekuatannya, tetapi jarang memakai otak. Menurut si pemuda, inilah
kesempatannya untuk sedikit memberi pelajaran kepada si pegulat.
“Hanya segitu kemampuan otot ‘pegulat tak terkalahkan’?” si pemuda
sedikit mengejek. “Bagaimana kau mau membantingku?”
Si pegulat tak menghiraukan ejekan si pemuda, justru dia berkata, “Lakukan
saja, seperti katamu tadi! Aku benar-benar ingin melihatnya!”
Lalu si pemuda segera mencabut beberapa helai rumput. Ia mencabut
beberapa kali lebih banyak dari rumput yang diambil si pegulat. Lalu si pemuda
mencabut sehelai rumput yang agak panjang untuk mengikat rumput-rumput yang
telah diambilnya tadi. Kini si pemuda sudah siap melempar.
“Lihat baik-baik, pegulat yang hebat!” Dengan santai si pemuda kurus
melempar ikatan kecil rumput tersebut. Dalam hatinya berkata, makanya pakailah
sedikit otak. Dan lemparannya melewati tembok!
Sang pegulat melongo. Sementara itu, si pemuda berjalan menemui si kakek,
memberi kesempatan si pegulat untuk melongo dan, semoga saja, mengambil
pelajaran dari “pertandingan kecil” barusan. []