Foto
Minggu,
pagi-pagi benar istriku berkata, “Nanti kita pakai pakaian yang sama, dan kita
harus foto bareng, bertiga sama Ilyas!” Aku yang masih mengantuk, mengiyakan
saja apa kemauannya. Ketika aku hendak merem lagi, istriku melanjutkan, “Kita
sampai sekarang belum pernah foto bertiga lho!”
Oh! Istriku
benar! Walau aku masih mengantuk, aku sepenuhnya sadar bahwa perkataan istriku
benar: bahwa sejak Ilyas lahir Desember lalu sampai kini berumur empat bulan
ini, keluarga kecil kami memang belum pernah foto bareng.
Apakah memang
menjadi masalah bila kami belum pernah foto bareng? Kurasa tidak, meskipun
memang sekarang ini zamannya adalah “apa-apa serba foto dulu”! Mau makan, foto
dulu makanannya. Mau berangkat kerja, foto dulu. Pulang kerja, capek, foto
lagi. Dan lain-lain. Makanya jadi aneh rasanya kalau belum pernah foto bareng,
lengkap bertiga.
Walhasil,
jadilah kami foto bertiga: aku, istriku, dan Ilyas anakku.
“Nah, sudah
lega sekarang? Hehehe,” aku bertanya kepada istriku. “Bahkan, sekarang sudah
kujadikan foto profil di facebook!” aku menambahkan.
Dia tidak
menjawab, dan malah berkata, “Lihat, kalau foto yang kaujadikan profil itu foto
kita bertiga, banyak yang like, suka. Beda kalau foto yang kaujadikan profil
itu gambar dirimu sendiri!”
Oh... Setelah
kurasakan perkataan istriku itu, aku jadi berpikir, mencoba memahami bahwa
kebiasaan “apa-apa perlu foto dulu” ini tidak betul-betul buruk. Aku harus
menemukan sisi baiknya. Paling tidak, ya, yang dikatakan istriku tadi:
kawan-kawan di facebook akan lebih senang melihat foto “kami” daripada foto
yang sekadar “tampang saya” ini. :D
Aku jadi
ingat, bahwa keluarga, kerabat, sahabat yang kini terpisahkan jarak yang jauh dan jarang bertemu, juga selalu (atau
biasanya) senang bila diperlihatkan kepada mereka foto-foto perkembangan buah
hati. Itu akan sedikit mengobati perasaan ingin bertemu.
Kebaikan
selanjutnya, tentu saja adalah kenangan. Foto pada zaman sekarang ini adalah
satu cara paling simpel, mudah, dan murah(?) untuk mengabadikan kenangan. Dalam
hal ini, aku mencoba belajar dari ibuku. Ibu adalah seorang yang telaten
merawat foto-foto keluarga kami zaman dulu. Sampai sekarang, alhamdulillah aku
masih bisa melihat foto-fotoku (kami: aku, kembaranku si Rifai, dan adikku
Yunita) pada waktu bayi, tumpengan ulang tahun pertama, rumah kami dahulu,
motor bebek merah bapakku, foto waktu kami hendak berangkat sekolah dengan
menenteng buku, foto waktu pembagian raport, sunatan, dan masih banyak lagi.
Sampai sekarang foto-foto itu masih terawat dan tersimpan rapi.
Ya, ternyata
aku lupa, bahwa foto-foto itu, kini kurasakan begitu penting! Foto-foto itu
telah menyeretku pada masa-masa silam. Aku jadi tersadar, begitu sayangnya
orangtua kepada anak-anaknya ketika anak tersebut masih kecil-kecil dan
lucu-lucu bikin gemas.
Kawan-kawan
sekalian, kini bila kawan-kawan masih punya foto-foto waktu kecil, cobalah
lihat betapa sayangnya orangtua kita, yang tercetak dalam foto tersebut. Lalu,
apakah kita masih berani kurang ajar? Ouch!
Okay, Ilyas,
besok akan kupotret kau dalam setiap perkembanganmu, insyaallah! Bapak Ibumu
sudah nyicil menempel fotomu di album fotomu, bahkan fotomu sejak dalam kandungan (foto Ibumu
mengandung, dan cetakan hasil USG) hehehe.
Nah,
barangkali itulah manfaat “sedikit-sedikit foto”. Tentu saja ini manfaat yang
dipas-paskan. Kalau “sedikit-sedikit foto” untuk hal-hal yang kurang pas,
misalnya anak muda zaman sekarang baru pacaran saja sudah berani foto
rangkulan, ciam-cium, dsb! >> Maka yang seperti itu sih foto sampah! Ya lain
soal-lah! :P