Rini dan Celengan Barunya
Hari ini hari Jumat.
Rini nampak sedang termenung sendirian sore itu. Pikirannya menerawang. “Bagaimana aku bisa membeli buku itu?” gumamnya dalam hati.
Rini, gadis kelas tiga SD itu sebenarnya ingin sekali membeli sebuah buku cerita untuk anak-anak yang dijual di pameran buku. Namun ia tidak mempunyai cukup uang. Uang tabungannya belum cukup. Walaupun begitu ia tidak ingin meminta uang kepada ibunya. Rini tahu, ibunya sudah cukup susah membiayai sekolahnya dengan berjualan nasi pecel di pasar.
Tiba-tiba terdengar salam dari pintu depan.
“Assalamualaikum,” itu suara ibunya.
“Waalaikumsalam,” Rini bergegas menyambut ibunya dan membantu menurunkan keranjang di punggung ibunya. Setelah itu ia mencium tangan ibunya.
“Rini, ini ibu bawakan kardus-kardus bekas yang kamu cari kemarin,” kata ibunya.
“Oh, terima kasih Bu.” Rini hampir lupa. Ia diminta membawa kardus-kardus bekas oleh Bu Santi, gurunya di sekolah untuk pelajaran besok pagi. Rini tidak tahu, untuk apa Bu Santi meminta murid-murid membawa kardus bekas.
***
Keesokan harinya di sekolah, suasana di kelas Rini agak ramai. Pagi itu Bu Santi akan mengajari murid-murid bagaimana memanfaatkan barang-barang bekas.
“Anak-anak, barang-barang bekas dapat menjadi barang yang bernilai jika kita mampu memanfaatkannya dengan baik. Hari ini kita akan membuat sebuah celengan yang cantik dari kardus bekas.”
“Asyik!” seru murid-murid hampir serempak, kegirangan.
“Sekarang keluarkan kardus bekas yang kalian bawa! Siapkan pula guntingnya.”
Lalu Bu Santi memberi petunjuk bagaimana membuat celengan cantik dari kardus bekas. Mula-mula kardus itu dipotong dan dibentuk sebuah tabung.
Murid-murid dengan cermat memperhatikan dan mengikuti petunjuk dari Bu Santi, termasuk Rini. Rini dengan cekatan berhasil membuat tabung dari kardus yang ia bawa.
“Nah setelah berbentuk tabung, kita bungkus dengan kertas kado yang berwarna-warni,” kata Bu Santi sambil membagikan kertas kado kepada semua murid.
Tidak lama kemudian celengan sederhana buatan murid-murid pun selesai dibuat. Tinggal melubangi saja di bagian atasnya. Murid-murid tampak puas dengan hasil karya mereka. Sedangkan Bu Santi hanya tersenyum melihat tingkah murid-murid yang saling memamerkan celengan mereka.
Tiba-tiba Rini mengajukan usul,
“Bu Santi!”
“Iya, ada apa Rini?” Tanya Bu Santi sambil berjalan mendekati Rini.
“Bagaimana kalau kita hias celengan ini dengan pita? Agar lebih menarik?”
“Usul yang bagus! Anak-anak, kalian bebas menghias celengan kalian dengan apa saja agar lebih menarik. Seperti Rini, ia menghiasi celengannya dengan pita.”
Semua murid pun berlomba-lomba menghias celengan mereka. Semuanya nampak begitu bersemangat.
***
Sampai di rumah, Rini segera mencari kardus bekas lagi. Ia berniat akan membuat celengan yang menarik sebanyak-banyaknya dan akan mencoba menjualnya. Setelah kardus-kardus itu terkumpul cukup banyak, Rini mulai membuat celengan seperti yang telah diajarkan oleh Bu Santi. Rini membuat celengan itu dengan bermacam-macam ukuran. Ada yang berukuran kecil, berukuran sedang, atau berukuran besar.
Sekarang Rini tinggal membungkus dan menghias celengannya itu agar lebih menarik dan laku di pasaran. Selain menghiasnya dengan pita yang berwarna-warni, Rini juga menghiasnya dengan boneka-boneka lucu dari kertas yang ditempelkan pada celengannya. Rini nampak tekun dan bersemangat.
Akhirnya pekerjaan Rini pun selesai. Sore itu Rini dapat membuat celengan dengan berbagai ukuran sebanyak lima belas buah. Rini tersenyum sendirian, perasaan lega menggayuti hatinya. Sekarang ia tinggal memasarkannya saja.
***
Hari Minggu.
Rini membawa celengan-celengannya itu ke pameran. Rini ditemani oleh Rika, teman sebangkunya. Sesampainya di sana, Rini segera memasang tikar dan menggelar dagangannya itu.
Untuk celengan berukuran kecil Rini menjualnya dengan harga lima ribu rupiah, untuk ukuran sedang Rini menjualnya dengan harga tujuh ribu lima ratus rupiah, sedangkan celengan ukuran besar Rini menjualnya dengan harga sepuluh ribu rupiah.
“Bagus sekali celengannya, Dik. Ambil dari mana?” tanya seorang bapak.
“Ini buatan saya sendiri kok Pak,” sahut Rini.
“Benarkah? Berapa harganya?”
“Kalau yang ini tujuh ribu lima ratus, Pak.”
“Oh. Boleh kurang tidak?”
“Maaf Pak, itu sudah murah kok.”
“Baiklah. Saya beli satu,” kata bapak itu sambil menyodorkan uang sepuluh ribu rupiah.
“Terima kasih, Pak. Ini kembaliannya, dua ribu lima ratus.” Rini membungkus celengan itu dengan tas plastik hitam. Kemudian ia menyodorkan celengan beserta uang kembaliannya sambil tersenyum.
Walaupun tidak terjual semuanya, Rini begitu bahagia. Hari itu ia mendapat uang tidak kurang dari tujuh puluh lima ribu. Tidak lupa Rini memberi hadiah kepada Rika yang telah membantu dan menemaninya berjualan.
“Terima kasih Rika, kamu telah membantu aku hari ini.”
“Iya, Rini. Sama-sama. Aku juga senang kok bisa membantu.” Jawab Rika dengan senyum.
Lagi-lagi Rini tersenyum. Dengan uang tersebut, Rini dapat membeli buku cerita anak-anak tanpa meminta uang kepada ibunya. Ya, Rini sangat menyukai cerita. Kelak jika Rini dewasa, Rini bercita-cita menjadi seorang penulis. []
Cerita ini telah dimuat di Harian Sore Wawasan
pada 20 April 2008
pada 20 April 2008