Resensi Buku "The Story of My Life" Helen Keller

rifanfajrin.com - Resensi Buku "The Story of My Life" Helen Keller

The Story of My Life Helen Keller

Membaca Hati Helen Keller

Judul Buku      : The Story of My Life
Penulis             : Helen Keller
Penerjemah      : M. Rudi Atmoko dan Salahuddien Gz
Penerbit           : Genta Pustaka, Jakarta
Tahun Terbit    : 2010


Helen Keller lahir pada 27 Juni 1880 di Tuscumbia—sebuah kota kecil di laut barat Alabama. Pada usianya yang baru menginjak 2 tahun dia diserang penyakit “misterius” yang menyebabkannya menderita buta dan tuli-bisu. Namun, dengan motivasi dan kesunugguhan belajar yang luar biasa, Helen mampu mengatasi hambatan tersebut. Ia menjadi wanita buta tuli pertama yang diterima di Universitas Radcliffe. Kisahnya mampu menginspirasi jutaan orang di seluruh dunia.
Helen terlahir dari keturunan keluarga yang cukup berada. Ayah Helen, Arthur Keller, berasal dari keluarga Caspar Keller, asli Swiss, yang menetap di Maryland. Salah seorang nenek moyang Helen adalah seorang guru pertama bagi penderita tuna rungu di Zurich. Masa kecil Helen yang tinggal di sebuah rumah kecil (Ivy Green) dengan tamannya yang kuno, benar-benar menjadi surga pada masa kanak-kanak Helen. Hingga suatu hari di bulan Februari yang suram, penyakit itu hinggap dan menutup mata serta telinga Helen, menenggelamkan dirinya ke dalam ketaksadaran seorang bayi yang baru lahir. Helen kecil bingung dengan kenyataan itu, ia sangat gusar dan sedih.
Adalah Anne Sullivan, perempuan berhati malaikat, yang datang membebaskan jiwa Helen yang muram. Nona Sullivan sangat sabar mendidik Helen meskipun pada awal kedatangannya ke rumah itu Helen memberikan ucapan selamat datang dengan mengunci/mengurung Nona Sullivan di ruangannya. Nona Sullivan didatangkan atas saran dari Dr. Alexander Graham Bell, dari Washington. Ketika hasrat mengekspresikan diri Helen bertambah besar, dan semakin hari kegagalan Helen membuat orang orang lain memahami bahasa isyaratnya, Nona Sullivan mengajarinya mengeja kata dengan “permainan jari” alfabet manual. Kata “d-o-l-l” (boneka) menjadi kata pertamanya dalam permainan itu. Kata-kata membuat dunia Helen mekar, ia merasa gembira. Itulah saat pertama Helen merindukan datangnya hari esok.
Lambat laun Helen mulai belajar memberi nama pada benda-benda, merangkai kalimat, membaca pemikiran lewat buku-buku dengan huruf braille diantaranya karya Shakespeare. Suatu hari, untuk pertama kalinya Helen bertanya arti kata “cinta”. Helen merasa gurunya tidak bisa menjawab pertanyaannya. Nona Sullivan akhirnya menjawab “...tanpa cinta kamu tidak akan merasa bahagia atau ingin bermain.”
Dunia Helen adalah dunia yang penuh dengan imajinasi. Helen sangat menyukai pelajarannya. Ia sangat menyukai cerita-cerita, sejarah, belajar bahasa dan sastra, sehingga ia dapat membaca pemikiran orang-orang besar itu melalui karyanya.
Helen juga mulai belajar bicara pada musim semi tahun 1890. Dia sering duduk di pangkuan Ibu sepanjang hari dan menempelkan kedua tangannya di wajah Ibu dan merasakan gerakan bibirnya. Cerita tentang dari Nyonya Lamson, salah seorang guru Ragnhild Kaata—gadis buta dan tuli di Norwegia yang berhasil diajari berbicara—telah merobohkan dinding penghalang besar bagi Helen untuk belajar berbicara, yakni takut akan kecewa jika nantinya gagal. Anne Sullivan mengantarkan Helen kepada Nona Sarah Fuller, kepada sekolah di Horace Mann School, untuk belajar berbicara. Nona Sullivan yang cerdas dan tak kenal lelah, selalu mendampingi Helen.
Masa kecil Helen yang cerah dan penuh gairah belajar tersebut pernah diliputi awan gelap yang mengurung Helen berada dalam keraguan, kegelisahan, dan ketakutan. Akar masalahnya, cerita pendek Helen berjudul The Frost King yang dikirimkannya kepada Tuan Anagnos dari Perkins Institution for the Blind dan kemudian dipublikasikan di salah salah satu laporan Institusi Perkins. Betapa terkejutnya Helen ketika terdengar kabar bahwa sebuah cerita yang mirip The Frost King berjudul The Frost Fairies yang ditulis oleh Nona Margaret T. Canby, sudah terbit di sebuah buku berjudul Birdie and His Friends sebelum Helen lahir. Kedua cerita itu sangat mirip, baik dalam ide cerita maupun bahasanya. Rupanya cerita Nona Canby tersebut pernah dibacakan kepada Helen, artinya cerita tulisan Helen itu adalah jiplakan. Peristiwa itu membuat Helen sangat trauma. Ia merasa tak selalu dapat membedakan pikirannya sendiri dengan pikiran yang diperolehnya dari hasil membaca. Ini membuatnya sempat berhenti bermain dengan kata-kata. Ia ketakutan menulis apapun dalam kurun waktu yang cukup lama, bahkan menulis surat untuk Ibunya sendiri. Jika saja Nona Sullivan tidak terus-menerus mendorongnya, mungkin Helen sudah benar-benar berhenti menulis. Masa ini merupakan tonggak masa penting bagi kehidupan dan pendidikan Helen.
Pada Oktober 1896, Helen masuk Cambridge School for Young Ladies (Sekolah Cambridge untuk Wanita Muda), sebagai persiapan masuk Radcliffe. Nona Sullivan masih setia mendampingi Helen masuk ke dalam kelas dan menginterpretasikan pembelajaran yang diberikan. Helen sempat mengalami kesulitan menemukan buku-buku teks versi cetak timbul. Teman-teman Helen di London dan Philadelphia bersedia membantunya menyalin buku berbahasa Latin ke huruf braille.
Pada 29 Juni hingga 3 Juli 1897 Helen mengikuti ujian awal masuk ke Radcliffe dan lulus pada semuat pelajaran yang diambilnya dengan predikat “Kehormatan” dalam bahasa Jerman dan bahasa Inggris. Yang mengesankan, medote ujian yang digunakan saat itu bagus sekali. Helen harus menggunakan mesin ketik untuk menulis. Menurut penyelenggara, lebih bijak jika Helen mengerjakan ujiannya di ruangan yang berbeda, karena suara mesin ketik mungkin mengganggu siswi lainnya. Akhirnya Tuan Gilman membacakan semua soal dengan menggunakan alfabet manual kalimat per kalimat. Helen diterima di Perguruan Tinggi Radcliffe.
Namun, ternyata perguruan tinggi bukanlah ruang kuliah romantis seperti yang Helen bayangkan. Di perguruan tinggi ia merasa tidak ada waktu untuk berbincang  dengan pikiran sendiri. Bagi Helen, sepertinya orang-orang pergi ke kampus untuk belajar, bukan untuk berpikir. Saat mereka memasuki gerbang belajar, mereka meninggalkan kesenangan terindah—kesunyian, buku, dan imajinasi—bersama pohon-pohon pinus yang berbisik, katanya. Pada 28 Juni 1904, berselang sehari setelah ulang tahunnya yang ke-24, Helen berhasil meraih gelar diploma dan menjadi perempuan buta-bisu-tuli pertama dalam sejarah yang berhasil menyelesaikan pendidikan setingkat universitas di Radcliffe College, perguruan tinggi khusus untuk perempuan di lingkungan Universitas Harvard. Lalu, pada 13 Februari 1913, Helen menyampaikan pidato pertamanya di depan publik di Montclair, New Jersey, setelah intens belajar vokal menjelang akhir tahun 1910. Saat itu menjadi mula kariernya sebagai pembicara publik selama lima puluh tahun.
Pencapaian Helen memberikan pelajaran, betapa pun hebatnya manusia tidak bisa lepas dari hubungannya dengan orang lain. Di balik keberhasilan seseorang, selalu ada orang lain yang dengan sekuat tenaga dan cinta mendampinginya.

 “Awalnya aku hanyalah butiran-butiran kemungkinan. Gurukulah yang membuka dan mengembangkan kemungkinan itu,” kata Helen tentang gurunya, Anne Sullivan.[]

Baca Juga: Kumpulan Kata Mutiara Helen Keller

close