Laporan Perjalanan ke Yogyakarta

Beberapa hari yang lalu, saya beserta rekan-rekan guru berkesempatan melakukan kunjungan ke SD Muhammadiyah Sapen Yogyakarta, Desa Penghasil Gerabah Kasongan Yogyakarta, dan Kampung Lele di Sawit Boyolali. Tulisan ini sekadar catatan laporan perjalanan pribadi yang mungkin tidak sesuai format contoh laporan perjalanan wisata pada umumnya. Selamat membaca. :)

Perpustakaan

Sabtu, 24 Oktober 2015.

Kira-kira pukul 04.00, saat azan subuh berkumandang, kami guru-guru SD Labschool Unnes telah berkumpul di sekolah. Kami tengah bersiap untuk berangkat ke Yogyakarta.  Mengingat waktu dan jarak tempuh yang cukup panjang ini, kami harus berangkat tepat pukul 04.30 usai shalat subuh berjamaah di sekolah. Kami tidak boleh terlambat, sebab kami hendak menimba ilmu di  SD Muhammadiyah Sapen yang terletak di Jl. Bimokurdo no. 33, Sapen, Gondokusuman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Mengapa kami ke SD Muhammadiyah Sapen? Sebab, sekolah yang didirikan pada 1 Agustus 1967 ini telah banyak melahirkan prestasi baik di tingkat regional maupun nasional. Siswa yang belajar di sana pun mencapai angka ribuan dari kelas 1-6 dalam satu tahun ajaran. Siswa-siswa tersebut, dengan beragam potensi dan talenta masing-masing, akan dididik, dibina, diarahkan menuju prestasi. Oleh sebab itu, kami datang ke sana untuk menimba ilmu, mencari tahu, memahami, dan semampu kami berusaha mempraktikkan apa saja dari SD Muhammadiyah Sapen yang dirasa baik, bermanfaat, dan sesuai dengan semangat visi-misi sekolah kita, SD Labschool Unnes.

Lebih kurang tiga setengah jam perjalanan kami tempuh. Kira-kira pukul 09.00 kami sampai di SD Sapen. Setibanya di sana, sambutan pertama yang kami dapati yaitu kami langsung diajak berkeliling untuk melihat-lihat bagaimana pengelolaan kelas dan proses pembelajaran, perpustakaan, masjid, dan pengelolaan sampah di SD Muhammadiyah. Tanpa sadar, kami bernapas sedikit terengah-engah karena kami harus naik turun bangunan SD yang terdiri dari 3 tingkat itu.

Pengelolaan Sampah


Selanjutnya, kami semuanya berkumpul di ruang pertemuan. Inilah acara inti kunjungan ke SD Muhammadiyah Sapen Yogyakarta ini. Pada sesi ini, kami akan belajar mendengarkan dan berdialog aktif bersama Bapak Agung Rahmanto, S.H. mewakili Kepala Sekolah SD Muhammadiyah Sapen Yogyakarta. Beliau memaparkan banyak hal tentang SD Muhammadiyah Sapen dari sejarah awal berdiri (history), strategi menuju sukses dengan prinsip 3M+1E (Man, Money, Material, and Edukatif) dan prinsip keteladanan, hingga 11 Rahasia Keunggulan SD Muhammadiyah Sapen.

Kami, guru-guru SD Labschool Unnes betul-betul memanfaatkan kesempatan dialog tersebut dengan mengajukan banyak pertanyaan. Secara singkat, kami mendapatkan gambaran tentang jurus jitu merekrut siswa baru, strategi pengelolaan kegiatan ekstrakurikuler, akademik, sarana-dan-prasarana, pengelolaan keuangan, dan kegiatan-kegiatan kedisiplinan dan budaya sebagai bentuk  penanaman moral dan karakter siswa-siswi.

Sayang sekali, kesempatan yang baik itu harus terhenti karena keterbatasan waktu. Kami harus menyimpan pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya masih banyak berkelindan di dalam benak kami. Perjalanan harus kami lanjutkan.

Objek kedua yang kami kunjungi adalah desa yang terkenal sebagai Desa Penghasil Gerabah Keramik, yaitu Kasongan. Kasongan berada di Pedukuhan Kajen, Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Berjarak kurang lebih 7 km dari pusat Kota Yogyakarta. Di sini, kami tidak hanya berkunjung, melihat-lihat, atau berbelanja gerabah! Akan tetapi, setelah sekilas mendengarkan paparan tentang Desa Penghasil Gerabah Kasongan dan sekilas melihat contoh proses membuat kerajinan gerabah, tidak ketinggalan kami guru-guru Labschool Unnes juga mencoba praktik membuat gerabah.


Tebersit dalam benak kami, alangkah indahnya bila kami memiliki keterampilan membuat gerabah tersebut, dan lebih menggembirakan lagi andai kami pun bisa menularkan sedikit kemampuan kami itu kepada siswa-siswi kami. Angan-angan kami yang kemudian menjadi cita-cita dan keinginan kami, bahwa setiap siswa kami harus memiliki keterampilan-keterampilan kreatif yang bisa menghasilkan secara meteriil dan tentu bermanfaat bagi orang banyak. Semoga dengan niat dan dukungan dari pihak-pihak terkait, niatan itu bisa terlaksana.

Objek ke tiga dan sekaligus yang terakhir kami kunjungi adalah Kampung Lele, Tegalrejo, Mangkubumen, Sawit, Boyolali. Kami mengunjungi Kampung Lele dalam rangka membuka wacana tentang kemungkinan budidaya ikan lele di sekolah, sekaligus menumbuhkan rasa cinta alam dan lingkungan, serta jiwa kewirausahaan bagi para siswa. Desa ini dinamakan sebagai “Kampung Lele” sebab mayoritas warganya membuat budidaya lele baik di halaman rumahnya maupun di lahan-lahan mereka. Dengan perputaran uang perhari di Kampung Lele ini yang mencapai ratusan jutaan rupiah, rasanya tidak salah bila kami belajar di sana. Sayang sekali, kami sampai di lokasi ketika hari mulai petang. Hal ini dikarenakan kami terkena macet dan sedikit mengalami tersesat arah jalan menuju lokasi.

Secara umum, terlepas dari berbagai hambatan yang kami alami, setidaknya kami telah mendapatkan sedikit gagasan, optimisme, dan niat baik dalam rangka memajukan SD kita tercinta SD Labschool Unnes. Dalam perjalanan pulang hingga pada akhirnya kami sampai di Semarang kira-kira pukul 22.00, gagasan-gagasan dan optimisme tersebut barangkali masih melekat di dalam hati dan benak kami masing-masing, tumbuh bersama semangat untuk kembali berangkat ke sekolah pada hari Senin esok! Semoga! []

Nah, demikianlah sekadar laporan perjalanan pribadi dari perjalanan wisata edukatif. Semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian.
close