Ramadhan yang segera berakhir
Ramadhan yang segera berakhir
Tak terasa bulan ramadhan yang penuh berkah ini telah memasuki sepuluh hari terakhir. Kalau kata ustad yang ceramah kultum subuh tadi, ini seperti sudah memasuki babak semifinal atau bahkan sudah masuk final.
Di sini, pertanyannya adalah, apakah masing-masing kita akan keluar sebagai juara, dan berhak menyandang gelar mutaqin atau orang yang bertaqwa; atau malahan kita gagal di final tersebut.
Tentu saja kita menginginkan meraih kemenangan, sehingga di hari fitri (Idul fitri) nanti selain menjadi orang yang bertaqwa, kita juga seperti terlahir kembali. Seperti bayi yang baru saja lahir, tanpa dosa karena mudah-mudahan dosa-dosa ini lebur dan termaafkan, dan kehadirannya penuh dengan kegembiraan.
Kita memang tidak bisa tahu secara pasti, seperti apa raport kita selama ramadhan ini. Hanya Allah yang tahu. Cuma dua hal kita bisa lakukan, yaitu takut dan harap (khauf dan raja').
Kita takut dan khawatir amalan-amalan kebaikan kita ternyata tidak diterima, khawtir bahwa selama satu bulan lamanya di mana setan-setan terbelenggu ternyata nafsu kita masih saja belum bisa terkendali, sehingga kebaikan-kebaikan yang kita perbuat masih saja kalah dengan keburukan dan kesia-siaan kita.
Juga penuh harap. Kita hanya bisa berharap sekecil apa pun, amalan kita yang sedikit itu akan diterima oleh Allah Swt, menyebabkan Allah ridho kepada diri kita. Kalau Allah sudah ridho kepada kita, hakikatnya kita sudah tidak perlu lagi yang lain-lainnya.
Namun kiranya kita perlu muhasabah, introspeksi diri, mencoba berkaca dan melihat diri kita. kira-kira saja.
Apakah selama bulan ramadhan ini kita telah berbuat baik? Atau adakah kita justru telah berbuat keburukan, baik secara terang-terangan maupun tersembunyi?
Adakah perbuatan kita yang menyenangkan orang lain? Atau kah justru ada perbuatan-perbuatan kita yang menyakiti hati orang lain? Lebih banyak mana antara perbuatan yang menyenangkan dengan yang tidak menyenangkan?
Adakah target amalan yang dicanangkan selama bulan ramadhan itu telah terpenuhi? Misalnya selama ramadhan kita bertekad merampungkan bacaan Al-Quran 30 juz? Atau target-target yang lain, misalnya tidak bolong puasa dan shalat berjamaah di masjid atau mushala?
Mungkin kita merasa lucu, mana ada target amalan kebaikan? Bukankah lebih baik kita beramal saja dan jangan malahan sibuk menghitung amal? Buat apa target tersebut? Mungkin saja kita lupa, jika dalam urusan keduniaan kita biasa mematok target tinggi, misal penghasilan sekian sekian, penjualan sekian sekian, lalu kenapa untuk target amaliah dan ibadah dianggap lucu dan mengada-ada?
Kalau kita sudah selesai memuhasabah diri, kita bisa mengira-ira, berhasilkah kita melewati masa ujian selama ramadhan? Jika iya, kita patutlah bersyukur, dan tanda orang bersyukur adalah terus berusaha mempertahankan kebaikan tersebut.
Sebaliknya, jika ternyata kita kok nampaknya gagal, patutlah kita bersedih. Sebab, di bulan ramadhan saja kita lemah dalam amalan, lantas bagaimana nanti di bulan-bulan lainnya?
Sebagai penutup tulisan ini, ingin saya sampaikan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, setiap sampai di penghujung ramadhan seperti ini, saya selalu ingat lirik sebuah lagu milik grup legendaris Bimbo. Kira-kira seperti ini.
____
Setiap habis ramadhan
Hamba rindu lagi ramadhan
Saat saat padat beribadah
Tak terhingga nilai maknanya
Setiap habis ramadhan
Hamba cemas kalau tak sampai
Umur hamba di tahun depan
Berilah hamba kesempatan
______