Ayo Kita Cegah Pencemaran Lingkungan agar Ikan-Ikan Tidak Mati!
Ayo Kita Cegah Pencemaran Lingkungan
agar Ikan-Ikan Tidak Mati!
agar Ikan-Ikan Tidak Mati!
Siang hari yang panas. Bel tanda berakhirnya istirahat
ke dua telah berbunyi. Anak-anakku, kelas 3B, segera kembali masuk kelas untuk
mengikuti pelajaran Kepedulian Pada Diri dan Lingkungan (KPDL). Mereka akan
diajar oleh Ibu Guru dari mahasiswa Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) Unnes.
Anak-anak berteriak "Horee!!" ketika Ibu
guru masuk ke kelas 3B dengan membawa beberapa ekor ikan kecil. Mereka sangat
antusias untuk mengikuti pembelajaran. Mungkin dalam benak mereka
bertanya-tanya, "Pelajaran apa yang akan disampaikan oleh Ibu guru ya?
Kira-kira apa yang akan dilakukan dengan ikan-ikan kecil itu? Mungkinkah Ibu
guru akan mengajak bermain-main dengan ikan-ikan kecil itu?"
Ibu guru rupanya mengerti apa yang ada di dalam
pikiran anak-anak. Oleh sebab itu, setelah sejenak membiarkan rasa penasaran
atau rasa ingin tahu mereka, Ibu guru pun berkata, "Anak-anak, siang ini
kita akan belajar tentang 'Pencemaran Lingkungan'. Kita akan melakukan pengamatan
bersama-sama dengan ikan-ikan kecil yang Ibu bawa ini."
Kemudian, Ibu guru mengajak anak-anak untuk membuat
kelompok. Pada masing-masing kelompok, Ibu guru memberikan masing-masing dua
gelas kecil yang telah terisi air bersih. Tidak ketinggalan, Ibu guru memasukkan
ikan-ikan kecil pada masing-masing gelas tersebut.
Tentu saja anak-anak cukup senang. Saya membatin,
apakah memang semua anak itu pada dasarnya menyukai binatang? Nah, apalagi
binatang-binatang kecil itu "dilibatkan" di dalam pembelajaran
meskipun hanya beberapa ekor ikan kecil. :) Sepertinya anak-anak sayang sekali
pada mereka, binatang-binatang kecil itu.
Oleh sebab itu, mereka sontak menjerit ketika sedang
asyik-asyiknya memandangi makhluk-makhluk imut itu berenang-renang di dalam
gelas kecil, Ibu guru memasukkan sedikit deterjen pada salah satu gelas yang
mereka hadapi. Akibatnya ikan yang ada di dalam gelas berisi air deterjen itu
langsung mabok. Gerakannya tidak selincah ikan yang ada di gelas satunya, yang
berisi air jernih.
"Jangaaan!" mereka menjerit. "Jangan
dikasih deterjen, nanti ikannya mati!"
Ibu guru berusaha tenang. "Baik, anak-anak.
Seperti inilah keadaan ikan jika berada di air yang tercemar. Begitu pula
makhluk-makhluk lain, mereka akan sakit atau mati kalau lingkungan tempat hidup
mereka tercemar oleh limbah-limbah jahat."
"Iya, Bu. Tapi ini sadis!" teriak Mae,
seorang muridku.
"Tidak apa-apa, ini hanyalah percobaan saja,
untuk mengamati dan membuktikan bahwa kita tidak boleh mencemari lingkungan
agar makhluk hidup yang ada di dalamnya tidak terganggu atau bahkan mati,"
jawab Ibu guru.
"Kita itu sudah tahu, Bu! Jadi, kita nggak perlu
percobaan hanya untuk membuktikan itu!"
Melihat sedikit keributan itu, saya juga berusaha
menenangkan. "Anak-anak, mari kita pindah lagi ikan yang berada di air
deterjen itu ke dalam air bersih lagi. Siapa tahu ikan lucu itu masih bisa
tertolong dan sehat lagi."
Ibu guru menambahkan, "Nah, baiklah. Sekarang
kita sudah lihat sendiri kan? Bagaimana kasihannya ikan-ikan dan makhluk lain
kalau lingkungannya tercemar. Oleh sebab itu, pelajaran yang perlu kita catat
adalah: Mari kita cegah pencemaran lingkungan! Ayo kita lestarikan lingkungan
sekitar kita, agar makhluk hidup bisa tumbuh dan berkembang biak dengan
wajar."
Anak-anak sudah tidak lagi memperhatikan Ibu Guru.
Mereka memilih mengikuti perbuatan saya, segera “mengevakuasi” ikan-ikan yang
sudah teler itu ke gelas berisi air bersih.
Keesokan harinya, Jumat, saya berjalan menuju kelas
begitu bel jam pertama dibunyikan. Melihatku datang, anak-anak berlari
menghampiriku.
Dengan antusias berkata, "Pak Rif’an, Pak Rif’an
sudah berdoa belum?"
"Berdoa untuk apa?" jawabku.
"Kita barusan sudah berdoa, Pak. Kita juga sudah
'berziarah' di situ," jawab mereka sambil menunjuk tanah di bawah pohon
kresen depan kelas kami.
"Kita sudah mengubur ikan yang mati kemarin, Pak.
Kita sedang berduka...."
Saya kemudian berjongkok sebentar di depan kuburan
makhluk kecil itu. Dalam hati saya berdoa bukan untuk ikan-ikan itu, tetapi
untuk anak-anakku, “Semoga hati-hati kalian senantiasa dipenuhi dengan cinta,
Nak.”
Kita sedang berduka, kata-kata anak-anak tadi masih mendengung-dengung di
telingaku. Ah, andai kalian tahu, Nak. Aku pun merasa demikian. Bahagia rasanya
bila engkau bahagia. Berduka rasanya kalau engkau berduka. []