Pengalaman Menambal GIGI di Puskesmas

Penyesalan memang selalu datang terlambat. Penyesalan saya adalah dulu waktu kecil saya tidak mau merawat gigi saya. Dulu pada masa kanak-kanak, saya paling malas kalau disuruh orangtua untuk sholat dan gosok gigi. Jadilah sekarang ini, pada saat usia saya sudah 30 tahun, gigi saya sudah bolong-bolong.

Saya ingat betul ketika dulu Bapak saya berkata, "Kalau kamu males-malesan menggosok gigi, kamu SMA gigimu sudah ompong!"

Ternyata betul apa kata Bapak saya. Medio tahun 2002, saya duduk di bangku SMA kelas 1, untuk pertama kalinya saya mencabut gigi geraham di Puskesmas Kecamatan Bawen. Karena gigi saya dicabut pada usia sudah belasan tahun begitu, maka di bagian geraham itu nggak bisa tumbuh gigi lagi. Saya sudah ompong di bagian geraham sebelah kanan bawah. Sampai sekarang. Sementara geraham kiri saya juga sudah bobrok.

*

rifanfajrin.com
[BEFORE] Gigi depan saya ketika masih bagus

rifanfajrin.com
[AFTER] ~ GIGI depan saya cuil akibat  menggigit kontak sepeda motor


Sejak saat itu, saya tidak pernah lagi datang ke Puskesmas untuk periksa kesehatan gigi. Padahal seharusnya menurut informasi kesehatan yang saya dengar tentang bagaimana merawat kesehatan, paling tidak enam bulan sekali kita harus periksa ke dokter gigi. 

Alasannya, karena saya malu untuk pergi ke dokter gigi. Apalagi saya pernah lihat film Warkop DKI judulnya "Itu Bisa Diatur" (1984). Di salah satu adegannya, Dono periksa gigi oleh Dokter GIGI yang diperankan oleh Pong Harjatmo. Setelah Dono buka mulut dan dokter melihat gigi Dono, dokter meminta Dono tetap membuka mulutnya. Kemudian dia keluar sebentar lalu masuk lagi sambil menggendong seorang anak kecil. Dia bilang, "Lihat! Ini contoh orang yang tidak suka gosok gigi..." Anak kecil itu pun menunjukkan ekspresi ngeri, hiiiii.... Dokter melanjutkan, "Nanti kalau tidak suka gosok gigi, giginya bisa begitu!"

Nah, saya malu kalau saat saya periksa gigi, dokternya membatin, "Ini gigi ancur amat!" atau... "Ganteng-ganteng kok giginya berantakan." (Hehehe)

Oleh sebab itu, saya masih bertahan di dalam "penderitaan". Sebab, meskipun geraham kiri sudah bolong, saya masih bisa makan dengan enak karena di sebelah kanan tidak ada lagi gigi yang bolong. Saya makan di sebelah kanan.

Namun, perlahan namun pasti, karena seperti yang sudah saya sampaikan di awal--saya malas gosok gigi, maka gigi geraham bagian atas baik kanan maupun kiri pun akhirnya bolong juga! Berkali-kali, mungkin ratusan kali saya menderita sakit gigi, tapi saya tetap tidak mau pergi ke dokter. Biasanya saya memilih untuk menggosok gigi sekuat-kuatnya, lalu berkumur air garam, dan tidur, sekalian istirahat dari semua aktivitas. Dan belakangan ini, setiap kali saya sakit gigi, saya sudah punya resep manjur untuk meredam rasa nyeri dan sakit tersebut, yaitu menelan pil asam mefenamat!

Cuman, saya menyadari, hal ini tidak bisa dibiarkan terus-terusan. Memang asam mefenamat bisa meredam rasa nyeri sakit gigi, tapi tidak bisa memperbaiki gigi yang sudah bolong. Akhirnya saya memutuskan untuk menambal gigi ke puskesmas. Tekad saya sudah bulat, dan saya rasa ini belum terlalu terlambat. Apalagi, teman-teman saya banyak yang bilang, tidak ada dokter gigi yang ngenyek pasiennya seperti yang ada di film WARKOP itu! 

**

Akhirnya, pada hari Sabtu 16 April lalu, saya datang ke Puskesmas Ambarawa untuk menambal gigi saya. Saya ingin menambal gigi geraham kanan saya--yang sudah mulai bolong lagi itu--dan gigi depan saya yang cuil setahun lalu akibat saya menggigit kontak sepeda motor!  Kalau tidak segera ditambal, saya akan semakin rekoso, gigi geraham akan berlubang tambah besar, dan gigi depan juga lama-kelamaan akan jadi ompong dan itu akan semakin mengurangi kegantengan saya. Adapun gigi geraham kiri, tidak saya tambal karena paling-paling sudah tidak bisa "diselamatkan".

Berbekal KTP dan KTPK (Kartu Tanda Pengenal Keluarga) yang harus dibawa apabila berobat ke Puskesmas, saya datang ke sana dengan mantab!

Sayangnya, sesaat setelah nama saya dipanggil dan saya menjelaskan maksud kedatangan saya, bu dokter mengatakan bahwa hanya gigi geraham saya yang bisa ditambal di puskesmas. Adapun gigi depan tidak akan ditambal di puskesmas. Bukannya tidak bisa, tapi dokter menyarankan agar saya datang ke dokter yang punya fasilitas/alat tambal gigi dengan laser. Dengan laser, selain lebih awet, juga tambalannya bisa menyesuaikan dengan warna gigi (yang agak kekuningan itu!). Kalu yang di puskesmas kan warna tambalannya cuma putih begitu.

Tapi, nggak apa-apa laah. Saya manut sama bu dokter. Gigi geraham saya pun dibersihkan, diongkrek-ongkrek, barulah ditambal. Kata dokter, gigi tambalan itu bisa bertahan hingga dua tahun, tapi tergantung juga dengan pola makan dan bagaimana saya merawatnya, termasuk tidak menyikatnya terlalu kuat.

Setelah selesai menambal gigi, saya diminta menandatangani surat keterangan kesediaan atas tindakan penambalan gigi tersebut. Setelah itu, saya diperbolehkan untuk pulang. Saya sempat bengong, kok tidak ditarik biaya untuk obat dan sebagainya. Tapi kemudian saya mengucapkan terima kasih dan berpamitan kepada bu dokter. Menambal gigi ternyata nggak sakit dan ternyata juga gratis, bro! Tau gitu, dari dulu-dulu saya akan dengan senang hati periksa ke dokter gigi minimal setiap enam bulan sekali!

Keluar dari Puskesmas, saya tersenyum lebar kepada anak dan istri yang sudah menunggu. Yah, meskipun gigi depan belum jadi ditambal. Selanjutnya, kami langsung cabut jalan-jalan ke Bantir Hills, objek wisata yang katanya lagi ngehits itu. Mumpung cuaca juga lagi cerah, secerah hatiku saat itu! Hahaha.

Ini cerita pengalamanku menambal gigi di puskesmas.
Mana ceritamu? :D
close