Menangani Siswa Berkelahi di Sekolah

Kemarin dua orang siswa saya berkelahi. Penyebabnya sepele saja, yaitu karena bermain bersama dan terjadi gesekan atau kesalahpahaman.

Saya agak kaget saja. Sebab, perkelahian antarsiswa termasuk kenakalan yang jarang terjadi di sekolah kami.

Selama saya mengajar di sekolah ini, ini kali ke dua murid saya bertengkar dengan temannya.

Untung saja, dari kedua kejadian tersebut, semuanya tidak berakibat yang sungguh fatal. 


Saya bersyukur tidak ada satu pun dari siswa saya yang berdarah, atau memar di bagian-bagian tubuhnya.

Lalu apa yang kemarin saya lakukan kepada kedua siswa saya yang berkelahi?

Saya sadar saya bukan ahli di dalam psikologi perkembangan siswa. Saya awan tentang kesiswaan. 

Maka, saya memutuskan untuk mengajak mereka berdua mengobrol di ruang kepala sekolah. 

Ruangan yang dingin dan sejuk, yang semoga saja bisa juga mendinginkan kepala dan isi dada mereka yang sempat "mendidih".


Berikut ini adalah obrolan kami. Saya ringkas supaya tidak terlalu panjang lebar.

Obrolan antara saya (selanjutnya ditulis G) dan dua siswa saya (selanjutnya ditulis S1 dan S2)

G : "Silakan duduk. (Saya mempersilakan mereka duduk di sofa, lalu menyodorkan dua gelas air mineral kepada mereka) Minumlah dulu."

Satu siswa saya tidak mau minum, bahkan hingga akhir obrolan tetap tidak meminumnya. Sedangkan  siswa yang satunya mulai meminum meski sambil sesenggukan.

G : "Nah sekarang saya tanya, apa yang baru saja terjadi?"

S1 : "Tadi kami bermain bola bersama. ..... (S1 Menceritakan kejadiannya sambil terisak-isak)

G : "O begitu. Sekarang kamu, S2, ceritakan apa yang baru saja terjadi. Saya ingin tau dari sudut pandang kamu. Apakah yang dikatakan S1 itu benar?"

S2 : "Benar, Pak. Tadi kami sedang main. Lalu .... (S2 pun menceritakan kejadian menurut versinya).

Saya manggut-manggut.

G : "Sebenarnya apa sih tujuan kalian bermain bersama? Untuk mencari kesenangan, cari teman, atau cari apa sebenarnya?"

S1 : "Ya untuk seneng-seneng aja, Pak."

S2 menjawab serupa.

G : "Lalu kenapa akhirnya malah bertengkar? Oya, apakah kalian masih dendam, masih benci satu sama lain?"

S1 dan S2 menggeleng. Mereka saling meminta maaf.

G: "Nah. Memaafkan itu baik. Meski sebenarnya di dalam hati kita merasa bahwa bukan kita yang salah. Mumpung kalian masih kecil, jangan suka memelihara dendam dan rasa benci. Saya kasih cerita mau?"

S1 dan S2: "Mau, Pak."

G: "Dulu kalau saya berkelahi, Bapak saya bilang, 'Kalau kamu menyimpan benci dan permusuhan di hati, lama kelamaan hati kamu akan keropos.' Begitu kata Bapak saya. Jadi ketika kita membenci, hati kita akan keropos sedikit. Kita berkelahi, keropos lagi. Kalau kita berbuat jahat, makin lebarlah 'krowak' hati kita. Maka jangan heran, kalau kita lihat di sana, di tivi, ada anak yang berbuat jahat kepada orang tua, ada orang merampok, membunuh, dan sebagainya. Itu kenapa? Karena dia sudah nggak punya hati. Kenapa sampai nggak punya hati? Karena dia banyak menyimpan dendam, rasa benci, dan hal-hal buruk di hatinya."

Saya lihat mereka berdua menyimak dengan seksama. lalu saya lanjutkan lagi.

G: "Nah, mumpung kerowak di hati kita masih kecil, bisa kita tutup dengan banyak berbuat baik. Kalian paham?"

S1: "Iya, Pak." Sedangkan S2 mengangguk tanda setuju dan paham.

G: "Nah, sekarang saya anggap masalah sudah selesai. Mau dilanjut lagi nggak pertengkarannya?"

S1 dan S2: "Tidak, Pak."

G: "Bagus! Saya senang melihat kalian saling maaf dan menyelesaikan masalah. Orang tua kita, semuanya menyayangi anak-anaknya. Semua orang tua seperti itu. Mereka tidak rela anaknya terluka, disakiti. Siapa yang menyakiti anak atau keluarganya, orang tua pasti tidak terima. Nah, kalian mau Bapak kalian bertengkar karena membela kalian?"

S1 dan S2: "Tidak mau, Pak."

G: "Coba bayangkan kalau orang tua kita berkelahi. Kita sedih nggak?"

S1 dan S2: "Sedih, Pak."

G: "Nah. Oleh karena itu, jangan sampai karena saking sayangnya orang tua kita kepada diri kita, malah menyebabkan mereka bertengkar."

Saya rasa sampai di sini dua siswa saya tersebut sudah memahami. Semoga saja mereka mengingat apa yang kami sampaikan tadi.

Saya yakin juga, sebentar lagi mereka juga pasti akan berbaikan dan bermain bersama lagi.

Bermain dengan penuh kegembiraan dan keceriaan.

Saya berucap syukur dan terus saja mendoakan mereka.

Oya, tidak hanya bagi mereka berdua, tetapi berdoa juga untuk anak-anak kami semua di sekolah, juga untuk seluruh anak-anak generasi masa depan Indonesia!

Lalu kami pun berjalan bersama ke kelas. Sebentar lagi kita akan mendapatkan pelajaran Agama.
close