Kekhawatiran, Kegelisahan, dan Ketakutan Menghadapi Ujian Nasional

Ada banyak perdebatan mengenai perlu atau tidaknya Ujian Nasional. Masih perlukah Ujian Nasional diadakan? Kalau Ujian Nasional ditiadakan, lalu bagaimana menentukan standar kelulusan siswa?

Kenapa proses belajar yang berlangsung bertahun-tahun itu seolah-olah "hanya ditentukan dalam waktu tiga hari", bukankah itu tidak adil? Dan lain-lain, dan sebagainya, dan seterusnya.

Yang jelas, tidak sedikit siswa yang menjadi stress gara-gara memikirkan Ujian Nasional yang harus dihadapinya. Tidak hanya siswanya, orangtuanya juga banyak yang stress. Orang tua siswa di sekolah, alias gurunya, juga tidak mau ketinggalan untuk ikutan stress. Stress berjamaah jadinya.

rifanfajrin.com

Ketakutan-ketakutan gara-gara ujian nasional yang bikin stress itu apa sebabnya? Sepertinya, yang paling gawat adalah saat anak gagal dalam ujian, itu akan berakibat negatif pada kondisi psikologisnya. Anak yang gagal dalam ujian mungkin akan merasa minder, rendah diri, dan kehilangan rasa optimis?

Jika anak lulus ujian, namun dia lulus dengan nilai yang kurang memuaskan bahkan sedikit di atas nilai minimal kelulusan, itu juga bisa membawa dampak buruk. Kemudian, si anak tidak bisa diterima di sekolah yang diinginkan, sekolah yang baik. Dengan terpaksa, daripada tidak sekolah, maka dia kemudian masuk ke sekolah yang "asal-asalan".

Kekhawatiran ini bukan tanpa sebab. Dalam beberapa kali try out atau uji coba ujian nasional, hasil ujian siswa cenderung menurun. Kecenderungan itu tidak hanya terjadi pada siswa yang (maaf) agak lambat, tapi juga pada anak yang dalam keseharian tergolong dalam anak yang pintar.

Sebenarnya apa yang salah? Kalau semua berjalan normal, anak pasti akan lulus kok. Tidak mungkin tidak. Yang saya maksud dengan normal adalah, guru-gurunya normal, mengajar sebagaimana mestinya;  siswa-siswi yang pun normal, mengikuti pembelajaran dengan baik, tidak ada yang keseringan membolos; dan pembelajarannya pun berjalan sebagaimana mestinya.

Sekarang Ujian Nasional sudah di ambang mata. Tinggal menghitung hari, kita semua sudah harus berjibaku dengan ujian. Maka menyalahkan keadaan bukan pilihan yang bagus dan bijak. Sekarang satu-satunya yang harus dilakukan adalah memanfaatkan siswa waktu yang ada, menyiapkan fisik dan mental, dan terus berdoa semoga diberikan kelancaran dan kemudahan.

Semoga hasil mereka memuaskan.
Adapun satu lagi kegelisahan menjelang ujian nasional adalah reputasi dan nama baik sekolah yang dipertaruhkan. Untuk sekolah-sekolah yang sedang "menguatkan pondasinya", membangun dirinya untuk menjadi sekolah tujuan, tentu akan sangat berat tantangan ke depannya apabila hasil kelulusan siswanya buruk. Apalagi ada yang tidak lulus ujian. Selanjutnya, tidak ada yang ingin mendaftar atau bersekolah di sana lagi.

Kalau tidak ada muridnya, guru-gurunya mau jadi apa? Tidak ada kata "guru" kalau tidak ada murid. 
close