Cerita Drama Anak Sekolah Kelas 3B SD Labschool Unnes

Cerita Drama Anak Sekolah Kelas 3B SD Labschool Unnes

rifanfajrin.com

Kamis, 14 Januari 2016, kami kelas 3B SD Labschool Unnes mencoba mementaskan drama. Sebenarnya sih bukan drama, tapi tepatnya drama-drama-an, alias latihan saja. hihihi. Tapi ya, seperti yang sudah-sudah, pembelajaran itu yang penting anak senang, guru senang, semua senang. :-) Nah, cerita drama ini murni semuanya dari anak anak sendiri. Mulai dari ceritanya mereka menulis naskahnya sendiri, penentuan tokoh dan penokohannya mereka "casting" sendiri, hingga penentuan kostumnya. Saya nggak ikut campur sama sekali, untuk lebih memberikan ruang sebebas-bebasnya kepada mereka. (Pssst!! Alasan saja: bilang aja kalau tidak bisa menyutradarai hihihi).

Kami mementaskan drama ini pada saat pembelajaran Kamis pagi pada kesempatan Moorning Meeting yang merupakan ciri khas sekolah kami, SD Labschool Unnes. Asal mula drama ini sebenarnya merupakan lanjutan pelajaran bahasa Indonesia pada hari Rabu sebelumnya yang belum kelar. Dari situ kok tiba-tiba anak-anak mengusulkan supaya cerita drama karya mereka ini dipentaskan keesokan harinya saat Moorning Meeting. Ide bagus! batin saya, jadi saya tidak usah repot-repot lagi merancang program untuk Kamis pagi, hehehe. "Baik, anak-anak, supaya dramanya lebih keren, sebaiknya kalian siapkan juga properti dan kostumnya ya!" "Oke, Pak Rifan!" teriak mereka, senang, tentu saja. :-)

Kelas kami yang muridnya berjumlah 12 siswa, terbagi menjadi dua kelompok yang terpilih secara acak berdasarkan undian. Biar adil, kata saya. Sebab, berkali-kali saya tegaskan agar anak-anak bisa membaur kepada semua siswa, bukan hanya kepada kawan tertentu saja.

Kelompok pertama terdiri dari: Dhinar Naifah Mufidah, Faradita Sabila Abimanyu, Muhammad Rizqi Fulvian Saefullah, Neysha Putri Shazia, Nur Ihsan Fauzi, dan Sasikirana Arsaputri

Sementara kelompok ke dua terdiri dari: Athaya Farras Rahima, Fairuz Nadha Harrisya, Faylasufa Avatarisa Sashikirana, Hasna Alifa Parsa, Mae Saraswati, dan Raditya Damai Ananta.

Kelompok satu mementaskan drama berjudul "Pergi ke Gunung Merapi". Kelompok dua mementaskan cerita drama berjudul "Penyakit Misterius".

Hahaha! Secara keseluruhan, anak-anak sudah cukup bagus memerankannya. Kalau pun saya harus memberikan catatan, adalah sebagai berikut:

1. Pemilihan tema

Ya, tema cerita bagi saya terlalu sulit untuk di-drama-kan. Tanpa perlengkapan apa-apa, sangat sulit bagi anak-anak untuk menceritakan secara kronologis proses bagaimana mereka harus naik Gunung Merapi. Belum lagi mereka menceritakan juga latar belakang cerita mengapa mereka harus naik gunung. 

Cerita "Penyakit Misterius" juga sama sulitnya. Saya membayangkan seandainya ada sedikit saja properti untuk mementaskan seperti meja kursi, dan sebatang pohon kecil, tentu drama anak-anak ini menjadi lebih "hidup" dan lebih menarik. Yah, akan tetapi, bagaimana pun, ini sebatas latihan yang -- apalagi tanpa sedikit pun ada bantuan dari gurunya yang malas -- hasilnya cukup bagus.

2. Orintasi/Penguasaan Panggung dan Ketepatan Waktu

Penguasaan panggung atau perasaan "INI PANGGUNG SAYA" belum terlihat pada anak-anak. Mereka masih terlihat berlari-larian sesuka mereka, yaitu ketika cerita sampai pada bagian hantu yang berperang melawan pak ustad pada cerita "Penyakit Misterius". Dari kanan ke kiri, kiri ke kanan. Sembarang. Pada saat adegan ini pula anak-anak seakan kehilangan kendali, tetap pada alur permainan cerita. Mereka seakan-akan saling menunggu, "adegan lari-larian ini sampai kapan?" sampai-sampai saya berkata kepada kelompok tersebut, "Terus bagaimana cerita selanjutnya" Nah, barulah mereka melanjutkan ceritanya. Hahaha, ada-ada saja.

3. Kesadaran bahwa mereka ditonton

Kesadaran bahwa mereka sedang ditonton, ini juga saya kira sangatlah penting. Sebelum pentas sebenarnya saya sudah katakan kepada mereka, bahwa "di sinilah penonton duduk/berada, maka jangan sampai kalian memunggungi mereka. Suara kalian pun juga harus terdengar oleh penonton yang melihat drama kalian, sehingga penonton tidak seperti sedang menonton pantomim alias gerakan-gerakan yang bisu atau tanpa suara."

Akan tetapi, masih saja apa yang sudah saya wanti-wanti-kan itu terjadi juga. Hihihi. "Saya sih nggak apa-apa..." 

_________

Bagaimana pun, saya mengapresiasi setinggi-tingginya terhadap penampilan anak-anak keren ini. Terlebih dengan mengingat usaha mereka mulai dari menulis naskah, mengetiknya, membagi peran, berlatih, hingga menyiapkan kostum. 

Yah, semoga ke depan mereka bisa lebih bagus lagi dalam berakting. Siapa tahu kelak ada di antara mereka yang benar-benar menjadi aktor dan aktris terkenal! Amiin! Semoga saja. Dan jika itu terjadi, tentu saya ikutan bangga!

Demikianlah satu Cerita Drama Anak Sekolah Kelas 3B SD Labschool Unnes. Sampai jumpa!
Salam. :)
close