Pendekatan Komunikatif

Pendekatan Komunikatif

Awal mula munculnya pendekatankomunikatif ini dilatari oleh ketidakpuasan terhadap penggunaan media audio-lingual, yang meski telah berjalan sejak tahun enam puluhan, tetapi tidak kunjung memberikan perubahan berupa kemampuan berkomunikasi secara lancar. Teori yang dijadikan landasan pun sering dikecam oleh para linguis karena suatu pendekatan aural-oral atau metode audio-lingual didasarkan atas teori tata bahasa strukturalisme dan teori ilmu jiwa behaviorisme (Efendi 2004 dalam Subur 2008:2).

Noam Chomsky, seorang pencetus teori tata bahasa transformasi-generatif dari Amerika Serikat sangat mengecam linguistik struktural karena teori ini tidak mampu menunjukkan hubungan antarkalimat. Teori ini hanya menyentuh struktur luar dan kalimat-kalimat yang pola dan strukturnya sama, bisa memiliki struktur yang berbeda (Sumardi 1989 dalam Subur 2008:2). Chomsky juga mengkritik teori behaviorisme  untuk landasan pembelajaran bahasa karena kemampuan berbahasa tidak hanya ditentukan oleh faktor dari luar (eksternal), melainkan juga faktor dari dalam (internal). Sebenarnya, setiap manusia memiliki kemampuan belajar bahasa yang dibawa sejak lahir, yang biasa disebut dengan Language Acquisition Devic (LAD). Di samping itu, Chomsky mempersoalkan relevansi dari aktivitas  peniruan, pengulangan, rangsangan, dan penguatan yang menjadi fokus perhatian dari behaviorisme.
Kritikan yang disampaikan Chomsky ini akhirnya mendorong para ahli dan praktisi pengajaran bahasa untuk melakukan evaluasi terhadap konsep-konsep pembelajaran bahasa yang berlaku selama ini. Oleh karena itu, bersamaan dengan lahirnya teori kognitivisme dalam psikologi, teori transformasi-generatif dalam linguistik, dan teori LAD dalam psikolinguistik, maka muncullah berbagai pendekatan dan metode baru dalam pengajaran bahasa, antara lain: metode pemahaman dan pemecahan kode-kode bahasa (cognitive code learning), metode guru diam (silent way), metode belajar bahasa pemahaman (community language learning), pendekatan alamiah (the natural approach), dan yang terakhir adalah pendekatan komunikatif atau the communicative approach (Efendi 2004 dalam Subur 2008:2).
Pendekatan komunikatif adalah pendekatan yang belandaskan kepada pemikiran bahwa kemampuan menggunakan bahasa dalam komunikasi merupakan tujuan yang harus dicapai dalam pembelajaran bahasa. Pada dasarnya berorientasi pada fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Tujuan pembelajarannya adalah mengembangkan kompetensi komunikatif yang meliputi kompetensi gramatikal, sosiolinguistik, wacana, dan kompetensi strategi (Savignon 1983 dalam Pringgawidagda 2002:131).
Karakteristik pendekatan komunikatif, antara lain (1) mengembangkan keterampilan komunikasi pembelajar, (2) menekankan pada makna secara utuh dan fungsional, penyajian bahan tidak terpotong-potong dalam satuan lepas, (3) berorientasi pada konteks, (4) mempertajam kepekaan sosial, (5) belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi, (6) komunikasi yang efektif merupakan tuntutan, (7) latihan komunikasi dimulai sejak permulaan belajar bahasa, (8) kompetensi komunikatif merupakan tujuan utama, (9) urutan pembelajaran tidak selalu linier, (10) pembelajar sebagai pusat belajar, (11) kesalahan berbahasa merupakan sesuatu yang wajar, (12) materi senantiasa melibatkan aspek linguistik, makna fungsional, dan makna sosial (Finichiaro dan Brumfit, 1983; Litewod, 1981 dalam Pringgawidagda 2002:132).
Menurut Subur (2008:3), karakteristik pendekatan komunikatif antara lain adalah sebagai berikut.
a.       Tujuan pembelajaran bahasa adalah mengembangkan kemampuan pelajar untuk berkomunikasi secara langsung dengan menggunakan bahasa target dalam konteks komunikasi yang sesungguhnya atau dalam situasi kehidupan yang nyata (real). Tujuan pendekatan komunikatif ini tidak diarahkan untuk penguasaan gramatika atau kemampuan membuat kalimat gramatikal yang bersifat pasif-teoretik saja, melainkan pada kemampuan memproduk ujaran yang sesuai dengan konteks.
b.     Hal yang mendasar dari pendekatan komunikatif ini adalah kebermaknaan dari setiap bentuk bahasa yang dipelajari dan keterkaitan bentuk, ragam, dan makna bahasa dengan situasi dan konteks berbahasa itu.
c.         Dalam proses belajar-mengajar siswa bertindak sebagai komunikator yang berperan aktif dalam aktivitas komunikasi yang sesungguhnya, sedangkan pengajar memprakarsai dan merancang berbagai pola interaksi antarsiswa,dan berperan sebagai fasilitator.
d.        Aktivitas dalam kelas diwarnai secara nyata dan dominan oleh kegiatan–kegiatan komunikasi, bukan latihan-latihan manipulatif dan peniruan-peniruan tanpa makna.
e.      Materi yang disajikan bervariasi, tidak hanya mengandalkan buku teks, tetapi lebih ditekankan pada bahan-bahan otentik (berita koran, menu, iklan, dan sebagainya). Dari bahan-bahan tersebut, pemerolehan bahasa pelajar diharapkan meliputi bentuk, makna, fungsi, dan konteks sosial.
f.     Penggunaan bahasa pertama dalam kelas tidak dilarang sama sekali, tetapi alangkah baiknya dikurangi.
g.   Dalam pendekatan komunikatif, kesiapan siswa ditoleransi untuk mendorong keberanian berkomunikasi.
h.      Evaluasi dalam pendekatan komunikatif ditekankan pada kemampuan menggunakan bahasa dalam kehidupan nyata, bukan pada penguasaan struktur bahasa atau gramatika.
Dari segi belajar asumsi yang dijadikan dasar pendekatan ini adalah sebagai berikut: (1) ada tiga prinsip yang mendorong semangat belajar siswa, yaitu (a) prinsip komunikasi yaitu aktifitas belajar-mengajar di kelas hendaklah berupa komunikasi nyata, (b) prinsip tugas yaitu aktifitas penggunaan bahasa yang dipelajari hendaknya berupa tugas-tugas yang bermakna, (c) prinsip bermakna yaitu pelajaran bahasa yang diajarkan itu hendaklah sesuatu yang bermakna dan otentik, (2) pengembangan kompetensi yang komunikatif melibatkan aspek kognitif maupun tingkah laku dan diperoleh melalui praktik. Desain yang bermuatan komunikatif harus mencakup semua keterampilan berbahasa. Setiap pembelajaran dispesifikasikan ke dalam tujuan yang konkret yang merupakan produk akhir. Sebuah produk disini dimaksudkan sebagai sebuah informasi yang dapat dipahami, ditulis, diutarakan, atau disajikan ke dalam nonlinguistis.
Menurut Angelina Scarino dkk. (Azies dan Alwasilah 1996 dalam Depdiknas) berpendapat bahwa di dalam pembelajaran komunikatif terdapat delapan prinsip, yaitu (1) pembelajar akan belajar bahasa dengan baik bila ia diperlukan sebagai individu yang memiliki kebutuhan dan minat; (2) pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabila ia diberikan kesempatan untuk berperan serta dalam penggunaan bahasa secara komunikatif dalam berbagai macam aktivitas; (3) pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabila ditempatkan ke dalam data komunikatif yang dapat dipahami dan relevan dengan kebutuhan dan minatnya; (4) pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabila ia secara sengaja menggunakan pembelajaran pada bentuk, keterampilan, dan strategi untuk mendukung proses pemerolehan bahasa; (5) pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabila kepadanya diberikan data sosiokultural dan pengalaman langsung dengan budaya yang menjadi bagian dari bahasa sasaran; (6) pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabila ia menyadari akan peranan dan hakikat bahasa dan budaya; (7) pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabila ia diberi umpan balik yang tepat yang menyanhkut kemajuan mereka; (8) pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabila ia diberi kesempatan untuk mengatur pembelajaran mereka sendiri.
Beberapa desain yang bernuansa komunikatif adalah (1) struktural fungsional, (2) struktur dan fungsi, (3) fokus variabel, (4) fungsional, (5) nasional penuh, dan (6) komunikasi penuh. Semua desain ini bersumber pada tiga tingkatan kompetensi komunikatif, yakni struktural, fungsional, dan instrumental.
Struktur fungsional memisahkan antar bentuk dan komunikatif sehingga mudah untuk diterapkan. Bentuk linguistik disajikan telebih dahulu sebelum penyajian fungsi. Pengajaran komunikatif tidak diintegrasikan melainkan sebagai kelanjutan dari struktural.
        Struktur dan fungsi mewakili progresi struktural dalam kerangka komunikatif. Unsur ketetapan dan unsur kefasihan menjadi pikiran utama. Perkembangan struktural menjadi dasar pengorganisasian fungsi komunikatif yang disajikan bersama-sama. Prinsip penyusunan desain pembelajaran harus dipertimbangkan bagaimana bahan dipelajari.
            Fokus variabel merupakan desain pembelajaran yang memberikan penekanan aspek-aspek yang terlibat dalam pembelajaran. Penekanan tersebut dapat dilakukan melalui cara penggeseran masing-masing aspek. Pergeseraan itu diantaranya di penanganan sturktural butir-butir formal bahasa ke butir-butir retoris (wacana) kemudian instrumental bahasa Indonesia.
         Desain fungsional memusatkan pada perumusan tujuan pembelajaran yang dinyatakan dalam bentuk fungsi-fungsi komuniktif bukan dalam bentuk butir-butir formal bahasa Indonesia. Tujuan pembelajaran desain fungsional menentukan pemilihan dan pengaturan materi gramatikal.
       Nasional penuh adalah desain pembelajaran yang merupakan metode terkuat dalam perhatiannya terhadap masukan (input). Desain dispesifikkan ke dalam keterampilan bahasa Indonesia secara khusus dan mendalam. Beberapa aspek diintegrasikan ke dalam aplikasi secara bersama-sama dengan hharapan dicapai nosi yang tepat fungsi bahasa, struktur, sikap, siswa, dan tema dikembangkan secara terpadu dan serentak.
            Komunikatif penuh bercirikan masukan yang minimal. Sistem pembelajaran tidak seberapa diperhatikan. Yang diperhatikan adalah proses pembelajarannya. Desain hanya bersifat kerangka yang terpenting adalah komunikasinya.

            Tujuan pembelajaran komunikatif adalah untuk mengembangkan kompetensi komunikatif bahasa pada diri pembelajar, untuk menggugah kemampuan belajar siswa, membuat belajar yang menyenangkan dan memuaskan, memberikan sumbangan kebahagiaan, kecerdasan, kompetensi, dan keberhasilan dalam belajar. Jadi, dengan pendekatan komunikatif diharapkan siswa dapat memperoleh hasil belajar yang lebih baik, baik prestasi belajar maupun kemampuan berpikir aktif dan kreatif dalam belajar.

Baca Juga: 
1) Media Pembelajaran: Hakikat, Manfaat, dan Peranan
2) Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran
3) Media Foto Jurnalistik
close