Bermain Peran

rifanfajrin.com

Dalam pembelajaran, kegiatan bermain peran (Role Playing) sering menjadi pilihan yang menarik untuk diterapkan oleh guru. Sebab kegiatan bermain peran dianggap cukup efektif. Selain itu, kegiatan bermain peran juga dirasa sangat menyenangkan bagi siswa.
Ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli. Di antaranya adalah sebagai berikut ini.

Pada hakikatnya bermain peran adalah menjadi orang lain sesuai dengan tuntutan lakon drama. Sejauh mana kemampuan pemain dalam berperan ditentukan oleh kemampuannya meninggalkan egonya sendiri dan memasuki atau mengekspresikan tokoh lain yang dibawakan. (Waluyo 2003: 109).
Menurut Tarigan (1993:177) bahwa bermain peran lebih sederhana dalam segala hal dibandingkan dengan bermain drama. Pada dasarnya bermain peran adalah bagian dari bermain drama sehingga cakupan pementasannya lebih sederhana, yaitu pemeain hanya memerankan tokoh dalam naskah drama. Walaupun ketika memerankan tokoh didukung dengan unsur-unsur yang lain namun bermain peran hanya sebatas memerankan tokoh dalama naskah lengkap dengan dialog dan  itu sudah cukup. Kedua permainan ini sama-sama dapat dijadikan siswa untuk latihan mengekspresikan pikiran dan perasaan dalam bentuk lisan. 
Menurut Soetrisman (1981:1) bermain peran merupakan suatu pementasan atau penyajian dari suatu naskah yang ditulis dan dihafalkan yang dimainkan di hadapan penonton. Sejalan dengan Soetrisman, Wiyanto (2002:1) berpendapat bahwa bermain peran adalah pementasan yang menonjolkan percakapan (dialog) dan gerak-gerik para pemain di panggung. Percakapan dan gerak-gerik itu memeragakan cerita yang ditulis dalam naskah. 
Seorang pemain, pemeran atau aktor dalam kegiatan bermain peran bertugas menghidupkan tokoh-tokoh dalam drama yang digambarkan penulisnya lewat apa yang diucapkan dalam bentuk dialog. Pemeran harus menafsirkan watak tertentu yang diinginkan oleh pengarangnya. Pemeran tidak hanya mengucapkan apa yang ditulis dalam naskah drama, tetapi juga harus “berbuat” sesuai dengan gambaran watak yang diperankan.
Seorang pemeran kalau hanya mengucapkan apa saja yang dihafalkan dalam naskah, maka dia belum memerankan tokoh dalam sastra drama. Hafalan-hafalan dari naskah drama tadi harus menuntut para pemeran untuk menciptakan terjadinya sebuah peristiwa. Dan peristiwa inilah yang menentukan ada tidaknya pertunjukan drama. Dalam bermain peran, penonton harus dapat menyaksikan apa yang terjadi di panggung dan bukan hanya mendengarkan orang berbicara di panggung. Seperti yang dikemukakan Boleslavsky (dalam Harymawan 1988:30) bahwa bermain peran adalah memberi bentuk lahir pada watak dan emosi aktor, baik dengan laku ataupun ucapan.
Untuk mencapai mutu permainan yang wajar dan tidak dibuat-buat, seorang pemain harus membuat pikiran, perasaan, watak, dan jasmaninya berubah untuk sementara, menjadi pikiran, watak, dan jasmani yang ia perankan. Oleh karena itu,  perlu bagi seorang pemeran untuk lebih dulu menelaah peran yang dimainkan kemudian dicamkan benar-benar di alam khayal seorang pemeran agar dapat maksimal dalam menghayatinya. Seperti yang dikemukakan oleh Brokett (dalam Raharjo 1986:73-74) bahwa masalah yang dihadapi aktor sepenuhnya unik. Ia adalah seorang di antara para seniman yang secara asasi tidak bisa bekerja terpisah dengan dirinya sendiri karena karya seninya diciptakan melalui tubuh dan suara serta jiwanya. 

Berdasarkan pengertian bermain peran di atas dapat disimpulkan bahwa bermain peran adalah memeragakan cerita yang ditulis dalam naskah dengan pengucapan dan perbuatan yang diperankan di hadapan penonton. 

Baca juga unsur-unsur bermain peran.
close